Kamis 04 Oct 2018 10:46 WIB

Kemenag Susun RPMA Permohonan dan Pembaruan Sertifikat Halal

Ada beberapa tahap yang akan diatur dalam RPMA terkait penerbitan sertifikasi halal.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Andi Nur Aminah
 Warga mengisi formulir sertifikasi halal secara on-line di kantor Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), Jakarta, Selasa (28/7).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Warga mengisi formulir sertifikasi halal secara on-line di kantor Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), Jakarta, Selasa (28/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) tengah menyusun Rancangan Peraturan Menteri Agama (RPMA) tentang Tata Cara Permohonan dan Pembaruan Sertifikasi Halal. RPMA ini dibahas bersama dalam Focus Group Discussion (FGD) yang berlangsung di Jakarta, Senin hingga Rabu (1-3/10) lalu.

Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal, Siti Aminah menjelaskan tatacara penerbitan sertifikat halal diatur pada Bab V UU No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. RPMA ini akan menjabarkan hal-hal detail terkait dengan tatacara permohonan dan pembaruan sertifikasi halal.

Menurutnya ada beberapa tahap yang akan diatur dalam RPMA ini terkait penerbitan sertifikasi halal. Pertama, pengajuan permohonan oleh pelaku usaha. “Pelaku usaha mengajukan permohonan sertifikat halal secara tertulis kepada BPJPH, dengan menyertakan dokumen seperti data Pelaku Usaha, nama dan jenis produk, daftar produk dan bahan yang digunakan, dan proses pengolahan produk," ujar Aminah dalam keterangan tertulis yang didapat Republika.co.id, Kamis (4/10).

Kedua, perihal pemilihan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH). Menurut Aminah, pelaku usaha diberi kewenangan untuk memilih LPH yang akan memeriksa dan/atau menguji kehalalan produknya. Sebagai lembaga yang bertugas memeriksaan dan atau menguji kehalalan produk, LPH dapat didirikan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat.

LPH yang dipilih oleh pelaku usaha kemudian akan ditetapkan oleh BPJPH. Penetapan LPH ini paling lama lima hari sejak hasil verifikasi dokumen permohonan dinyatakan lengkap dan sesuai.

Tahapan ketiga, adalah pemeriksaan produk. Pemeriksaan dilakukan oleh auditor halal LPH yang telah ditetapkan oleh BPJPH. Pemeriksaan kehalalan produk dilakukan di lokasi usaha pada saat proses produksi.

"Pengujian kehalalan produk di laboratorium dapat dilakukan jika dalam pemeriksaan produk terdapat bahan yang diragukan kehalalannya. Hasil pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan produk kemudian diserahkan kepada BPJPH," ucapnya.

Keempat, untum penetapan kehalalan produk, BPJPH menyampaikan hasil pemeriksaan dan atau pengujian kehalalan produk yang dilakukan LPH kepada MUI untuk dibahas dalam sidang fatwa halal MUI. Sidang itu untuk memperoleh keputusan penetapan halal produk dari MUI. Sidang Fatwa Halal digelar paling lama 30 hari kerja sejak MUI menerima hasil pemeriksaan dan/atau pengujian Produk dari BPJPH.

Kelima, Sidang fatwa MUI yang menghasilkan keputusan penetapan halal produk akan menjadi dasar bagi BPJPH untuk menerbitkan sertifikat halal. Penerbitan sertifikat halal ini paling lambat tujuh hari sejak keputusan penetapan halal produk diterima dari MUI.

"Pelaku usaha yang memperoleh sertifikat halal akan langsung memperoleh label halal dan wajib mencantumkan label halal pada kemasan produk," ujarnya.

Siti Aminah menambahkan, BPJPH juga akan mempublikasikan penerbitan sertifikat halal setiap produk. Untuk produk yang dinyatakan tidak halal, BPJPH mengembalikan permohonan sertifikat halal kepada pelaku usaha disertai dengan alasan.

Sementara terkait pembaruan, ia menyebut sertifikat halal wajib diperpanjang oleh pelaku usaha. Caranya, pelaku usaha mengajukan pembaruan sertifikat halal paling lambat tiga bulan sebelum masa berlaku sertifikat halal berakhir.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement