Senin 01 Oct 2018 19:43 WIB

Obat Peredam Kritik Destruktif

Hadis riwayat al-Barra’ bin Azib menuturkan tentang bahaya pembunuhan karakter.

Takwa (ilustrasi).
Foto: alifmusic.net
Takwa (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Prof Murad bin Ahmad al-Qudsi, an-Naqdal-Haddam; madzhahiruhu, asbabuhu, ‘ilajuhu, menawarkan beberapa solusi obat sebagai penawar agar seseorang bisa terhindar dari kritik destruktif. Obat yang pertama ialah pentingnya memberi pengertian kepada pihak yang memiliki kecenderungan menjadi “kritikus kosong” akan pentingya rasa takut kepada Allah SWT dan faedah menjaga lisan.

Bila ini bisa ditekankan, tiap orang yang hendak berbuat demikian akan berpikir lebih arif dan bijaksana. Ia akan merasa memiliki tanggung jawab dan konsekuensi atas segala ucapan dan tindakannya.

Hadis riwayat al-Barra’ bin Azib menuturkan tentang bahaya pembunuhan karakter. Perlakuan mencela dan menjatuhkan rival dengan tidak sportif diibartkan sebagai puncak praktik riba yang paling hina. Penawar selanjutnya ialah tetap bersikap objektif.

Sekalipun, misalnya, ada ketidakcocokan terhadap orang yang dimaksud. Ini seperti dikuatkan oleh hadis Abu Hurairah. Riwayat ter sebut menyerukan agar segenap Muslim, tak saling iri, boikotmemboikot, menebar kebencian, dan berpaling dari sesama.

Obat ini juga bisa disokong dengan sikap proporsional. Artinya, menilai seseorang tidak berlebihan dan tetap mengakui kelebihan yang dimiliki se seorang. Sebuah riwayat bahkan menyebutkan, Rasulullah mengakui kelebihan yang dimiliki oleh Utbah bin Rabiah. Saat itu, Utbah berada di barisan para musyrik di atas unta berwarna merah.

Dalam konteks keilmuan dan pola interaksi dengan para ulama, Prof Mu rad, menyarankan, hendaknya tidak membenturkan pendapat tokoh yang masih sejawat.

Ini penting, mengingat, tak sedikit sesama mereka yang memiliki sentimen pribadi. Ada satu kaedah yang berlaku di kalangan ulama, yaitu pendapat teman sejawat itu dicerna, tapi tidak untuk dituturkan.

Imamadz-Dzahabi pernah mengatakan, dalam tradisi ilmu pernyataan ulama sejawat tidak diperhitungkan. Apalagi, bila terindikasi kuat adanya sentimen, persaingan, perbedaan mazhab, atau akibat kedengkian.

Sedikit sekali ulama yang selamat dari fitnah ini. Bahkan, saking banyaknya, adz-Dzahabi berandai-andai, jika didokumentasikan, niscaya akan menghabiskan jutaan lembar kertas.

Tak kalah penting, prof Murad menekankan satu halyakni, resep paling mujarab untuk menghindari kritik destruktif ialah menyibukkan diri Anda denga kekurangan dan hal negatif yang bercokol dalam diri sendiri. Ini akan mengalihkan fokus dan konsentrasi untuk mengorek aib dan cela dari orang lain.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement