Rabu 26 Sep 2018 17:50 WIB

"Jangan Sampai Umat Terbelah Hanya karena Pilpres"

Waketum MUI meminta semua pihak menjaga etika saat pilpres 2019.

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Ani Nursalikah
Suasana di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat.
Foto: Republika/Farah Nabila Noersativa
Suasana di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta seluruh pihak yang meramaikan kontestasi Pilpres 2019 menjaga etika. Menurut Wakil Ketua Umum MUI Yunahar Ilyas, penting bagi bangsa dan negara Indonesia untuk bisa merasakan pemilihan umum yang damai, menggembirakan, serta dilandasi nilai-nilai kejujuran dan keadilan.

“MUI tentu mengharapkan kepada dua pasangan ini, dengan masing-masing tim pemenangan dan juru bicara serta juru kampanyenya, saling menjaga pemilihan umum yang damai dan sejuk. Kami menganggap ini sebuah kontestasi demokrasi biasa,” ujar Yunahar saat dihubungi, Rabu (26/9).

Dia berpendapat keempat kandidat capres dan cawapres merupakan orang-orang terbaik dari umat dan bangsa. Oleh karena itu, masyarakat dapat memilih berdasarkan preferensi masing-masing yang tentunya bertanggung jawab dan didasari penilaian rasional.

“Sebagai seorang Muslim, kita tentu harus memilih dengan penuh tanggung jawab. Pertama, di dunia ini, karena itu menyangkut kepentingan bangsa lima tahun ke depan. Dan juga tanggung jawab kita kepada Allah karena semua perbuatan manusia akan dimintai pertanggungjawabannya. Pilihlah dengan pertimbangan rasional, hati nurani, dan lain-lain. Jangan karena money politics,” ungkapnya.

Dalam konteks keumatan, Yunahar berharap baik pilpres maupun pemilihan legislatif (lileg) tidak dimaknai sebagai konflik yang memperhadapkan tokoh-tokoh agama. Maka dari itu, masing-masing elite politik harus menjauhi kecenderungan menghalalkan segala cara demi meraih kemenangan.

“MUI berharap, tidak ada ‘perang ulama’. Jangan sampai umat terbelah. Karena itu, ini memerlukan kearifan semua pihak, terutama elitenya. Elitenya yang mesti tampil jangan sampai menggunakan kata-kata yang bisa memecah-belah,” kata dia.

Dia meminta masyarakat dan juga juru kampanye menjauhi kampanye yang sifatnya saling menjelekkan. "Jangan sampai melakukan otak-atik ayat atau apalah semacam itu, karena hal itu akan merusak kesakralan ajaran agama kita,” ucap ulama kelahiran Bukittinggi, Sumatra Barat itu.

Baca juga: Yunahar Ilyas: MUI Betul-Betul Berjuang Menjaga Netralitas

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement