Rabu 19 Sep 2018 22:19 WIB

AICIS 2018 Rekomendasikan tentang Deradikalisasi

Paham radikal sangat cepat merasuk bila diterima kalangan muda yang dilanda frustasi.

Rep: Muhyiddin/ Red: Andi Nur Aminah
Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin membuka acara The 18th Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2018 di Hotel Mercure, Kota Palu, Sulawesi Tengah, Selasa (18/9).
Foto: Dok Kemenag
Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin membuka acara The 18th Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2018 di Hotel Mercure, Kota Palu, Sulawesi Tengah, Selasa (18/9).

REPUBLIKA.CO.ID, PALU -- Pertemuan para sarjana dan pemikir Muslim dunia atau forum The Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) yang digelar Institut Agama Islam negeri (IAIN) Palu telah resmi ditutup Rabu (19/9). Forum yang diselenggarakan tiga hari ini merekomendasikan beberapa poin yang di antaranya terkait dengan deradikalisasi.

Rekomendasi ini dibacakan juru bicara sekaligus steering committe AICIS 2018, Prof Noorhaidi Hasan. Dalam rekomedasi iti, pemerintah Indonesia maupun negara-negara Islam dianggap perlu menggunakan pendekatan ideologi dan program deradikalisasi untuk menjauhkan radikalisme dari kalangan muda.

Baca Juga

"Selain pendekatan ideologi dan program deradikalisasi, langkah-langkah dalam bidang ekonomi, budaya, dan pendekatan sosial juga harus segera diambil untuk mengikis pengaruh radikalisme dan terorisme," ujar Noorhaidi dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id.

Dia menjelaskan, para praktisi studi Islam dari berbagai negara telah melakukan 63 panel dan 7 panel spesial, yang menghasilkan banyak input bagi dunia Islam terkini. Panel-panel tersebut telah menyaring berbagai fenomena radikalisme di berbagai negara di dunia.

Menurut dia, Indonesia dan negara-negara Muslim lain memang tengah dilanda radikalisme yang semakin mengkhawatirkan. Model pokok yang dapat ditangkap secara umum adalah adanya trasformasi paham radikal kepada generasi muda yang disuntikkan oleh para ideolog radikal melalui dialog.

“Paham radikal sangat cepat merasuk apabila diterima kalangan muda yang dilanda frustasi dengan berbagai fenomena sosial seperti korupsi, kemiskinan, pengangguran dan berbagai macam kondisi tidak idel lainnya," ucap Dosen Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta ini.

Radikalisme di kalangan muda, kata dia, juga tidak bisa dipisahkan dari perubahan sosial yang cepat, modernisasi, dan globalisasi. Karena itu, forum yang diparkarsai Kementerian Agama ini menghasilkan simpulan bahwa menangani radikalisme tidak bisa dilakukan melalui satu jalur.

"Bila selama ini pemerintah negara-negara Islam cenderung berfokus pada pendekatan ideologi, kini saatnya mengambil pendekatan bidang ekonomi, budaya, dan sosial," katanya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement