Rabu 19 Sep 2018 14:37 WIB

Islam di Asia Tenggara Memiliki Karakter Tersendiri

Karya cendekiawan Muslim Asia Tenggara masih tertinggal dari cendekiawan di Timteng.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Ani Nursalikah
Umat muslim berkunjung ke Masjid Dian Al Mahri atau yang dikenal dengan Masjid Kubah Emas di Jalan Meruyung, Limo, Depok, Jawa Barat.
Foto: Indriarto Eko Suwarso/Antara
Umat muslim berkunjung ke Masjid Dian Al Mahri atau yang dikenal dengan Masjid Kubah Emas di Jalan Meruyung, Limo, Depok, Jawa Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, PALU -- Para panelis dari berbagai negara sedang memaparkan hasil kajian mereka tentang Islam di Asia Tenggara dalam era globalisasi. Mereka saling memaparkan hasil kajian dalam Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) ke-18 di Kota Palu, Sulawesi Tengah pada 17-20 September 2018.

Sekretaris Steering Committee (SC) AICIS, Mamat Salamat Baharuddin mengatakan, AICIS tahun ini mengusung tema utama "Islam in a Globalizing World: Text, Knowledge and Practice". Juga terdapat 10 sub tema yang dibahas dalam AICIS. Isu penting yang mengemuka dalam AICIS adalah tentang Islam di Asia Tenggara kaitannya dengan kehidupan modern.

"(Bagaimana Islam) merespons isu kontemporer sekarang, mulai dari radikalisme, pluralisme sampai kepada politik Islam dan lain sebagainya," kata Mamat kepada Republika.co.id, Rabu (19/9).

Ia menerangkan, para panelis peserta AICIS mencoba membandingkan karakter Islam di Asia Tenggara dengan Islam di Timur Tengah. Karakter Islam di Asia Tenggara memiliki karakter tersendiri. Terkait karya-karya ciptaan cendekiawan dan sarjana di Asia Tenggara memang masih tertinggal dari cendekiawan di Timur Tengah.

Tapi cendekiawan di Asia Tenggara memiliki karya besar sebagai intelektual dan pendakwah yang terjun ke tengah masyarakat. Mereka turut serta membentuk infrastruktur sosial keagamaan di tengah masyarakat. Mereka berhasil membuat pemahaman keagamaan kompatibel dengan isu-isu modernitas.

"Orang Asia Tenggara terutama Indonesia itu pemahaman keagamaannya lebih siap ketika merespon modernisasi, demokratisasi dalam bidang politik, kebangsaan dan sebagainya itu lebih siap dibandingkan dengan (orang) Islam yang ada di Timur Tengah," ujarnya.

Mamat menjelaskan, di Timur Tengah banyak karya para cendekiawan tapi mereka tidak membumi. Ketika ada isu demokratisasi, mereka seperti belum siap. Sebaliknya, cendekiawan di Indonesia lebih siap menghadapi modernitas. Budaya dan nilai yang ada di Asia Tenggara membuat warna keagamaan tersendiri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement