Sabtu 15 Sep 2018 14:54 WIB

CEO Halal Corner Imbau Pengusaha Sertifikasi Produknya

Masyarakat semakin kritis dengan produk berlabel halal.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Friska Yolanda
 Pengunjung mencoba produk UMKM di pameran Indonesia Internasional Halal Expo, Jakarta, Kamis (1/10).
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Pengunjung mencoba produk UMKM di pameran Indonesia Internasional Halal Expo, Jakarta, Kamis (1/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kurang dan minimnya minat perusahaan khususnya dalam negeri untuk mengajukan sertfikasi halal membuat CEO Halal Corner Aisha Maharani meminta produsen untuk berhati-hati. Ia menilai suatu saat Indonesia bisa saja dibanjiri produk halal dari negara luar jika mereka tidak segera bergerak.

"Yang harus diperhatikan bagi produsen lokal adalah banjirnya produk halal dari luar. Negara lain saat ini sedang berlomba untuk memperbanyak produk halal dari negaranya," ujar Aisha saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (14/9).

Hal-hal seperti di atas menurut Aisha wajib diwaspadai oleh pengusaha Indonesia. Ketika ada produk yang masuk dan dijamin kehalalannya meskipun bentuk produknya sama dengan yang dijual produsen lokal, konsumen khususnya Muslim tidak akan segan untuk berpaling ke yang lebih menjamin.

Apalagi saat ini konsumen Muslim Indonesia sudah lebih sadar akan kebutuhan produk halal. Mereka tidak lagi seperti dulu yang asal menerima yang disediakan oleh produsen. Tingkat kritis masyarakat kini sudah mulai terbangun.

 

Untuk meningkatkan kesadaran para pengusaha, Aisha menyebut edukasi dan pembelajaran mengenai produk halal dan kewajibannya ini penting unruk dilakukan. Pemberian edukasi ini bukan hanya tugas pemerintah tetapi juga masyarakat dan organisasi atau komunitas Islam yang ada.

Kekurangan dari akan berlakunya sistem wajib bagi setiap produk untuk bersertifikat halal di Indonesia adalah kekompakan antar instansi dan elemen masyarakatnya. Semua pihak dirasa harus aktif dan memiliki sense of belonging atau rasa memiliki sehingga ada satu suara untuk kebutuhan halal ini.

"Produk Indonesia harus maju dalam hal halal. Jadi jangan nyantai, malas, atau denial akan sertifikasi ini. Kalau sudah banyak produk luar masuk dan memiliki sertifikat halal yang diakui oleh LPPOM MUI dan BPJH nantinya, konsumen bisa berpaling," lanjut Aisha.

Majelis Ulama Indonesia dalam hal ini Lembaga Pengawasan Produk Obat-Obatan dan Makanan (LPPOM) memang telah menandatangani surat kesepahaman dan mengakui beberapa lembaga sertifikasi halal yang ada di luar negeri. Salah satunya Jakim dari Malaysia. Karena itu, tidak menutup kemungkinan produk luar bisa masuk ke Indonesia dan tidak terkendala lagi dengan status halal.

Kendala yang terjadi di tiap perusahaan yang enggan melakukan sertifikasi untuk produknya salah satunya karena pola pikir yang masih primitif. Aisha menyebut masih banyak perusahaan yang merasa belum membutuhkan sertifikasi dan khususnya produk lokal berpatokan "Saya Muslim, saya jual produk halal" atau "Saya tidak sertifikasi halal juga masih laku".

Sementara, pemikiran-pemikiran seperti ini tidak bisa lagi dilakukan. Di Malaysia contohnya, setiap perusahaan sudah mulai berlomba-lomba melakukan sertifikasi. Bahkan salah satu menterinya berani mengklaim bahwa Malaysia adalah pusat produk halal dunia.

Kendala lain adalah belum siapnya BPJH. Antara lain infrastrukturnya, kesiapan tim, serta regulasi yang masih tertahan di Sekneg. "Ini jadi blunder di masyarakat dan konsumen," ucap Aisha.

Berita terkait: BPJPH Diminta Persiapkan Sistem, LPH dan Infrastruktur

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement