Rabu 12 Sep 2018 16:06 WIB

Hijrah dan Kesuksesan Dakwah

Hijrah bukan berarti lari dari medan perjuangan dakwah.

Hijrah
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Hijrah

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muhammad Kosim

Peristiwa hijrah Rasulullah SAW dan para sahabatnya dari Makkah ke Madinah, dicatat oleh beberapa ahli sejarah sebagai the starting point of the Islamic era. Hijrah ke Madi nah merupakan titik balik peradaban umat Islam dari awalnya ditekan, diintimidasi, dan diteror berubah menjadi masyarakat yang lebih leluasa menerapkan ajaran Islam, sehingga sukses membentuk masyarakat yang berperadaban di bawah kepemimpinan Muhammad SAW.

Hijrah bukan berarti lari dari medan perjuangan dakwah. Hijrah merupakan salah satu strategi perjuangan Nabi untuk menyelamatkan akidah umat dan menyebarkan Islam yang rahmatan lil 'alamin. Dan hijrah ke Yatsrib merupakan pilihan tepat karena masya rakatnya membutuhkan sosok pemimpin yang jujur dan amanah.

Kesuksesan Muhammad SAW sebagai pemimpin agama sekaligus pemimpin masyarakat yang majemuk di Madinah itulah yang membuat Michael Hart menempatkannya sebagai orang nomor satu di antara 100 tokoh dalam karyanya Seratus Tokoh yang Berpengaruh Tingkat Dunia.

 

Setidaknya ada tiga hal mendasar dilakukan Nabi SAW dalam kesuk sesan dakwahnya. Pertama, pendidikan akidah. Tanpa akidah yang kuat, mus tahil para sahabat rela meninggalkan tanah kelahirannya, Makkah, menuju Madinah. Mereka berpisah dengan keluarga yang masih musyrik, juga meninggalkan tanah, usaha dan kekayaan lainnya. Namun karena akidah yang mantap, mereka taat pada ajaran dan kebijakan Rasulullah SAW.

Akidah yang benar juga menjadi modal penting dalam membangun peradaban masyarakat. Segala bentuk kecurangan, tipu muslihat, dan kezaliman tidak akan muncul dari pribadipribadi yang bertauhid. Itulah di antara hikmah Rasulullah SAW berjuang sekitar 13 tahun di Makkah untuk mendidik akidah para sahabatnya.

Kedua, mempererat ukhuwah umat. Langkah pertama yang dilakukan oleh Nabi SAW setibanya di Madinah adalah mempersaudarakan kaum Muhajirin (sahabat yang hijrah dari Mekah) dengan kaum Anshar (sahabat yang menetap di Madinah). Tidak kurang dari 70 orang sahabat dipetemukan di rumah Anas bin Malik. Bahkan sebelum turunnya firman Allah surah al-Ahzab ayat 6, di antara mereka saling mewarisi jika meninggal meskipun tidak ada hubungan darah.

Nabi SAW juga membina hubungan baik dengan penduduk non-Muslim, khususnya Yahudi dan Nasrani dengan menyepakati sejumlah aturan bermasyarakat yang dikenal dengan Piagam Madinah. Piagam Madinah juga berfungsi mempererat persaudaraan antaranggota masyarakat yang berdiam di Madinah untuk menjaga ketertiban, keamanan, termasuk membela kepentingan Madinah dari serangan musuh secara eksternal.

Ketiga, mendidik umat dengan akhlak Alquran. Kunci keberhasilan dakwah, pendidikan, termasuk kepe mimpinan Nabi SAW adalah keagungan akhlak yang dimilikinya (QS Qalam [68]: 4), sehingga ia menjadi teladan (QS al- Ahzab [33]: 21) bagi pengikut dan rakyatnya. Dan ketika ditanya sahabat tentang akhlak Nabi, istrinya, Aisyah, menjawab: kana khuluquhul Quran, akhlaknya adalah Alquran.

Selama memimpin Madinah, Nabi SAW dituntun dengan Alquran. Nabi juga mendidik para sahabat membaca, mem pelajari, mengamalkan, dan me nye barkan ajaran Alquran. Sebagai umat yang beriman, ajaran Alquran dengan sungguh-sungguh mereka pedomani. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement