Sabtu 25 Aug 2018 18:41 WIB

Madrasah tak Lagi Jadi Ekor, Tapi Imam

Madrasah merupakan lembaga pendidikan yang keberadaannya sudah sangat lama.

Madrasah (ilustrasi)
Foto: blogspot.com
Madrasah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Madrasah merupakan lembaga pendidikan yang keberadaannya sudah sangat lama di Indonesia. Madrasah biasanya diidentikkan dengan pembelajaran agama yang lebih dominan dibanding mata pelajaran umum. Lembaga pendidikan yang khas ini juga berkembang pesat di pesantren-pesantren.

Wartawan Republika.co.id, Rahmat Fajar, mewawancarai Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah Kementerian Agama, Ahmad Umar, terkait prestasi madrasah dan pemerataannya. Berikut petikan wawancaranya:

Saat ini, seberapa besar perbandingan antara madrasah di kota dan daerah?

Kan madrasah itu memang berawal dari pesantren. Rata-rata kandari masyarakat santri. Nah, itu kan kalau dianalogikan daerah berarti lebih banyak. Namun, perkembangan terbaru tentang kualitas madrasah yang semakin baik justru madrasah-madrasah di kota tumbuh pesat.

Tumbuh dalam pengertian tumbuh suburnya madrasah lebih bagus di kota. Walaupun segi jumlahnya sedikit, jumlah siswa besar, banyak. Itu sejalan dengan kualitas madrasah yang semakin membaik peran masyarakat di kota lebih bagus untuk masuk ke madrasah.

Kalau untuk perbandingan antara swasta dan negeri?

Swasta dan negeri sekarang perbandingannya 93 persen itu swasta, tujuh persen negeri. Nah, negeri itu rata-rata di ibu kota kabupaten, paling jauhnya ke ibu kota kecamatan, tapi itu kanada juga satu kabupaten gakada madrasahnya negeri, tapi yang swasta masih ada. Jadi, 93 persen itu tersebar di daerah di desa- desa, yang di kota-kota sedikit sekali ada, tapi sedikit.

Bagaimana dengan perhatian pemerintah terhadap madrasah baik yang swasta, negeri di daerah atau pusat? Apakah ada perbedaan perlakuan?

Sebetulnya kalau saya harus mengatakan beda jelas beda. Perbedaan yang paling mencolok adalah sebetulnya bahwa amanat undang-undang kan pendidikan kantanggung jawabnya pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat. Nah, tetapi di sini yang lebih kelihatan tidak seimbang adalah perhatian pemerintah daerah terhadap madrasah.

Satu contoh, dana dekonsentrasi yang dikirim ke daerah dari pusat sangat besar sebenarnya sesungguhnya itu untuk madrasah juga untuk pendidikan di daerah. Praktiknya kepala daerah sedikit sekali yang memiliki perhatian terhadap madrasah dengan berbagai alasan itu kan gak menyenangkan pihak madrasah karena pemahaman pusat daerah bukan pada lembaganya, tapi kepada manajemennya.

Nah, harapan kami memang sesungguhnya pemerintah daerah ikut andil mem perhatikan masyarakatnya, memperhatikan siswanya. Kalau misal anak kanitu anak daerah bukan anak kita (pusat).

Mereka juga yang ikut memilih bupati memilih DPR, wali kota. Giliran bagi- bagi kue gakdapat. Namun, kalau pemilu mereka dilibatkan untuk memilih. Jadi, saya berharap keterlibatan pemerintah daerah itu untuk ikut membantu peningkatan sarana prasarana, meningkatkan kesejahteraan guru-guru daerah. Karena itu warga mereka sendiri, bukan warga kami.

Kualitas madrasah saat ini?

Kalau saya mengatakan dalam posisi sangat menyenangkan. Kita giniuntuk meng ukur kualitas kan jelas dari sisi akademik jelas UN dan OSN. Nah, UN kita gak jauh-jauh amatposisi kita. Ma dra sah sudah banyak yang nyodokke atas.Bahkan, yang perlu dicatat, ukuran stan- dardisasi kualitas dari OSN justru tahun 2018 OSN yang diselenggarakan Dikbud itu justru peringkat pertama perolehan medali terbanyak justru madrasah.

Saya anggap saja ngambil10 besar perolehan OSN itu peringkat pertama Madrasah Aliyah Negeri Malang bukan SMA, tapi madrasah aliyah. Peringkat 2, 3, 4 itu SMA, tapi peringkat 5, 6, 7 itu madra sah lagi. Ini kansebuah jawaban bahwa madarasah gak lagi menjadi ekor tapi imam. Yang perlu dicatat dalam keter- batasan seperti ini tapi mampu bangkit, mampu hidup setara, bahkan bisa di atasnya.Hari ini baru saja menjemput lomba robotik tingkat internasional di Meksiko.Satu-satunya perwakilan sekolah dari Indonesia madrasah yang mewakili justru.Ini kanbergengsi diikiuti 180 negara. Kita dapat juara 3.

Apakah madrasah merasa tersaingi dengan maraknya sekolah Islam terpadu?

Enggak, kami gakmerasa bersaing dengan mereka. Mereka kantumbuh dengan segmen yang berbeda dengan kami. Kalau ada madrasah-madrasah Islam terpadu itu sebenarnya kankelompok sesungguhnya mungkin punya pangsa- pangsa pasar sendiri. Itu gakakan memengaruhi madrasah kok. Karena laporan dari kawan-kawan daerah justru madrasah mengalami peningkatan jumlah peminatnya. Jadi, antara ruang belajar yang disediakan dengan pelamarnya gak imbang, terutama di kota-kota.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement