Senin 20 Aug 2018 22:57 WIB

MUI Perbolehkan Penggunaan Vaksin MR

kebolehan penggunaan vaksin MR tak berlaku jika sudah ada vaksin lain yang halal.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Andi Nur Aminah
Petugas medis menyuntikkan vaksin MR (measles and rubella) kapada siswa  (ilustrasi)
Foto: ANTARA
Petugas medis menyuntikkan vaksin MR (measles and rubella) kapada siswa (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan Fatwa Nomor 33 Tahun 2018 tentang Penggunaan Vaksin Measles Rubella (MR) dari Serum Institute of India (SII) untuk Imunisasi. Menurut Komisi Fatwa MUI, vaksin MR mengandung unsur haram tapi saat ini boleh digunakan.

Ketua Komisi Fatwa MUI, Prof Hasanuddin AF mengatakan, pertama ketentuan hukum, penggunaan vaksin yang memanfaatkan unsur babi dan turunannya hukumnya haram. Penggunaan vaksin MR produk dari SII hukumnya haram karena dalam proses produksinya menggunakan bahan yang berasal dari babi.

"Penggunaan vaksin MR produk dari SII pada saat ini dibolehkan atau mubah karena ada kondisi keterpaksaan atau darurat syar'iyyah, belum ditemukan vaksin MR yang halal dan suci," kata Prof Hasanuddin kepada Republika.co.id di Kantor MUI Pusat, Senin (20/8) malam.

Baca: LPPOM MUI: Produsen Vaksin MR Sedang Siapkan Dokumen

Ia menerangkan, penggunaan vaksin MR pada saat ini dibolehkan juga karena ada keterangan dari ahli yang kompeten serta dipercaya tentang bahaya yang ditimbulkan akibat tidak diimunisasi. Di samping itu belum ada vaksin yang halal. Dia juga menjelaskan, kebolehan penggunaan vaksin MR tidak berlaku jika sudah ditemukan ada vaksin lain yang halal dan suci.

Ia menyampaikan, kedua Komisi Fatwa MUI merekomendasikan, pemerintah wajib menjamin ketersediaan vaksin halal untuk kepentingan imunisasi bagi masyarakat. Produsen vaksin wajib mengupayakan produksi vaksin yang halal dan mensertifikasi halal produk vaksinnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. "Pemerintah harus menjadikan pertimbangan keagamaan sebagai panduan dalam imunisasi dan pengobatan," ujarnya.

Prof Hasanuddin juga mengatakan, pemerintah hendaknya mengupayakan secara maksimal melalui WHO dan negara-negara berpenduduk Muslim. Supaya memperhatikan kepentingan umat Islam dalam hal kebutuhan akan obat-obatan dan vaksin yang suci serta halal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement