Senin 20 Aug 2018 13:00 WIB

Menjadi Keluarga Sakinah

Penggunaan kata sakinah, diambil dari Alquran surah ar-Ruum ayat 21.

Keluarga sakinah (ilustrasi).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Keluarga sakinah (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Keluarga sakinah merupakan idaman setiap pasangan yang berumah tangga. Meski tak mudah, mencapai level keluarga sakinah bukanlah sesuatu hal yang mustahil.  Istilah keluarga sakinah sangat popular di Indonesia untuk menggambarkan suatu keluarga yang bahagia  dalam perspektif ajaran Islam.

Istilah Arabnya, usrah sa’idah atau keluarga bahagia.  Dalam bahasa Arab, sakinah berarti tenang, terhormat, aman, penuh kasih saying, mantap, dan memperoleh pembelaan.

Penggunaan kata sakinah, diambil dari Alquran surah ar-Ruum ayat 21. Allah SWT berfirman, ‘’Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.’’

Kata litaskunu ilaiha berarti Tuhan menciptakan perjodohan bagi manusia  agar satu merasa tentramterhadap yang lain. Rasulullah SAW, sejak 14 abad silam telah memberi contoh kepada umatnya tentang cara-cara membangun keluarga sakinah. Keluarga yang sakinah merupakan benteng  yang resisten  terhadap berbagai penyakit sosial.

Guru Besar Psikologi Islam Universitas Indonesia dan Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Prof Ahmad Mubarok, ada beberapa tingkat kualitas keluarga.  Pertama,  kualitas mutiara.  Mutiara tetaplah mutiara meski terendam puluhan tahun  di dalam Lumpur. 

Kelaurga yang berkualitas mutiara, meski hidup di zaman yang rusak atau tinggal di lingkungan sosial yang rusak, ia tetap terpelihara sebagai keluarga yang indah dengan pribadi-pribadi yang kuat. Keluarga sakinah berkualitas mutiara memiliki mekanisme  dan system dalam pergaulan sosial yang menjamin keutuhan kualitasnya meski  berada di tengah masyarakat yang tak berkualitas.

Kedua, kualitas kayu. Kursi kayu akan tetap kuat dan indah jika berada dalam ruang yang terlindung, tetapi jika terkena panas dan hujan, lama kelamaan akan rusak. Model keluarga seperti ini sepertinya terpengaruh oleh lingkungan negatif masyarakatnya, tetapi yang terpengaruh hanya lahirnya saja, mungkin hanya  mode pakaiannya, hanya kemasan lahirnya, sedangkan etosnya, semangatnya, komitmennya, keteguhannya tidak terlalu terusik oleh situasi sosial.

Kerusakan lahir keluarga ini bisa segera diperbaiki dengan sedikit shock therapy, dengan sedikit pendisiplinan kembali . Seperti halnya kursi yang rusak karena kehujanan bisa diperbaiki dengan dipolitur kembali.

Ketiga, kualitas kertas, apalagi sekelas kertas tisu, ia akan segera hancur jika terendam air. Model keluarga ini sangat rapuh terhadap dinamika sosial.  Mereka mudah mengikuti  tren zaman dengan segala aksesorisnya, sehingga identitas asli keluarga itu hampir tak nampak lagi. 

sumber : Dialog Jumat Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement