Rabu 15 Aug 2018 15:36 WIB

Islam adalah Agama yang Moderat

Masyarakat Indonesia jangan memberikan klaim isu radikal kepada Islam dan umatnya.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Andi Nur Aminah
Din Syamsuddin memberikan keterangan kepada awak media usai pembukaan The 7th World Peace Forum (WPF) di Hotel Sultan, Jakarta, Selasa (14/8).
Foto: Republika/Zahrotul Oktaviani
Din Syamsuddin memberikan keterangan kepada awak media usai pembukaan The 7th World Peace Forum (WPF) di Hotel Sultan, Jakarta, Selasa (14/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Utusan Khusus Presiden RI untuk Dialog dan Kerja Sama Antaragama dan Peradaban (UKP-DKAAP) Din Syamsudin menyebut Islam adalah negara yang moderat. Isu radikal yang ditujukan kepada agama Islam tidak sejalan dengan nilai wasatiyah yang dianut oleh Islam. "Islam di Indonesia ini moderat. Tidak bisa dibayangkan adanya stabilitas di Indonesia kalau Islamnya tidak moderat, kalau umatnya tidak moderat," ujar Din di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Rabu (15/8).

Din meminta isu radikal jangan hanya menyasar Islam dan umatnya, karena radikalisme ini ada di setiap sisi kehidupan manusia. Sikap yang menganggap Islam sebagai radikal adalah tindakan radikal itu sendiri. Setiap orang harus melihat masalah dan persoalan secara umum baru menilai pihak lain radikal atau tidak.

Ia melanjutkan jika umat Islam di Indonesia yang mayoritas ini tidak toleran, maka Indonesia sudah hancur. Namun karena kebesaran hati umat Islam, Piagam Jakarta yang disusun oleh pendiri negara yang salah satu isinya adalah ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam tidak jadi disahkan.

Mantan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini pun meminta masyarakat Indonesia untuk tidak memberikan klaim isu radikal kepada Islam dan umatnya. "Dalam rangka menjaga kerukunan, mari kita cari akar tunjang dari radikalitas. Baik atas nama agama, ekonomi, dan politik," lanjut Din.

Menurut dia, kekerasan akibat radikalisme tidak hanya berupa kekerasan fisik yang kemudian dikaitkan dengan Islam. Masih ada kekerasan pemodal dan kekerasan negara. "Saya ingin menegaskan, ekstrimisme dan radikalitas tidak berhubungan dengan hanya satu kelompok. Salah besar kalau radikal dituduhkan pada satu kelompok atau agama saja," ucapnya.

Radikalitas dipicu oleh banyak faktor. Adanya kesenjangan dan ketidakadilan biasanya menjadi alasan utama munculnya gerakan radikal ini. Salah satu contoh dengan sistem ekonomi yang ekstrim membuat orang yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan di bidang ekonomi.

Dari dua hal ini, maka dua-duanya disebut sebagai kelompok radikal. Namun faktor utamanya karena ada orang kaya yang menindas dan membuat orang miskin menjadi pemberontak. "Karena itu sistem ekonomi harus diubah ke arah yang berkeadilan, ini jalan tengah. Jalan tengah ini berarti keseimbangan, keadilan, dan kesejahteraan bersama. Ini seperti yang diajukan Pancasila dan UUD 1945," ucap Din. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement