Rabu 25 Jul 2018 00:01 WIB

'Putusan MK Jangan Jadi Alasan Mendiskriminasi Ahmadiyah'

Dengn adanya putusan MK, justru semua pihak bisa turut mengayomi jamaah Ahmadiyah.

Rep: Muhyiddin/ Red: Andi Nur Aminah
Aksi unjuk rasa menuntut pembubaran Ahmadiyah.
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Aksi unjuk rasa menuntut pembubaran Ahmadiyah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak permohonan Jamaah Ahmadiyah atas pasal Penodaan Agama. Lukman meminta agar masyarakat tidak menjadikan putusan MK tersebut sebagai alasan untuk mendiskriminasi jamaah Ahmadiyah.

"Jangan sampai lalu kemudian putusan MK itu menjadi alasan bagi kita untuk melakukan tindakan-tindakan diskrimanatif, apalagi main hakim sendiri terhadap jamaah Ahmadiyah," ujar Lukman usai membuka kegiatan lokakarya di Hotel Royal Kuningan, Jakarta, Rabu (25/7).

Justru, menurut dia, dengan adanya putusan MK tersebut, semua pihak bisa turut mengayomi jamaah Ahmadoyah. Karena, menurut dia, jamaah Ahmadiyah juga merupakan saudara sebangsa. "Jadi putusan itu justru harus bagaimana agar saudara-saudara kita jamaah Ahmadiyah itu senantiasa kita ayomi, senantiasa mereka menjadi bagian yang tak terpisahkan dari sesama saudara sebangsa kita dan hak-hak mereka harus tetap kita penuhi," ucapnya.

Baca: MK Tolak Permohonan Ahmadiyah, Menag: Patuhi Putusan Itu

Kendati demikian, jamaah Ahmadiyah juga harus mematuhi putusan MK. Sehingga menurutnya, sesama saudara sebangsa bisa tetap hidup rukun dan damai. "Namun juga hal yang sama jamaat Ahmadiyah pun juga harus mematuhi putusan MK itu sehingga lalu kemudian kehidupan bersama ini tetap bisa terjaga," kata Lukman.

Seperti diketahui, MK membacakan putusan pada Senin (23/7) lalu pukul 10.39 WIB. Putusan dibacakan oleh Ketua Mahkamah Dr Anwar Usnan dan dibacakan secara bergantian oleh delapan Anggota Mahkamah lainya.

Hadir pula dalam sidang putusan tersebut, kuasa hukum Presiden dan Kuasa hukum DPR serta para pihak terkai seperti Para Kuasa dari LDDI, YLBHI, Komnas Perempuan, dan Majelis Ulama Indonesia yang diwakili oleh dirinya dan Erfandi, SH MH serta Hasbullah, SH sebagai Kuasa Hukum MUI.

Permohonan Jamaah Ahmadiyah disidangkan pertama kali pada 25 Agustus 2017 lalu. Kemudian disidangkan sebanyak 13 kali oleh Panel Mahkamah. "Alhamdulillah, Allah meridhoi kami untuk tetap merawat dan menjaga NKRI dengan istrumen Hukum yakni tegaknya UUPNPS tahun 1965 karena bila UU ini diruntuhkan maka NKRI akan tercabik-cabik dan penghinaan dan penodaan agama makin marak dilakukan oleh orang-orang yang ingin merusak kerukunan dan persatuan umat dalam kerangka NKRI," kata dia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement