Jumat 08 Jun 2018 10:03 WIB

DMI Bantah 40 Masjid Jakarta Terpapar Radikalisme

Syafruddin menilai kata terpapar tak bisa disematkan ke masjid.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Teguh Firmansyah
Wakil Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) Komjen Pol Syafruddin
Foto: RepublikaTV/Havid Al Vizki
Wakil Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) Komjen Pol Syafruddin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Komisaris Jenderal Polisi Syafurddin membantah isu terkait 40 masjid di DKI Jakarta yang dikabarkan terpapar radikalisme. Menurutnya ucapan tersebut tidak benar.

"Saya bantah ucapan itu," kata Syafruddin menegaskan, Jumat (8/6).

Syafruddin menilai, ucapan ucapan sejumlah tokoh seperti Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno tentang paparan radikalisme masjid tersebut tidak benar. Menurut dia, konteks terpapar radikalisme tidak bisa disematkan pada Masjid. Kerena, masjid adalah benda. "Yang terpapar itu pasti bukan masjid, karena masjid adalah benda bukan orang," kata dia.

Baca juga.  Benarkah Ada Puluhan Masjid Jakarta Sebarkan Paham Radikal?

Seharusnya, konteks terpapar radikalisme itu disematkan pada orang. Ia juga membantah bila pengurus masjid sudah terpapar radikalisme. "Saya bantah itu tidak benar," kata pria yang juga menjabat sebagai Wakil Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia ini.

Puluhan masjid di Jakarta disebut telah menyebarkan paham radikal. Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Salahuddin Uno membenarkan dugaan tersebut.

Ia bahkan mengaku telah mengantongi daftar masjid yang diduga menjadi tempat penyebaran paham radikalisme. Daftar itu ada di Biro Pendidikan, Mental, dan Spiritual (Dikmental) dan Badan Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah (BAZIS) DKI.

Informasi tentang adanya masjid-masjid yang menjadi tempat penyebaran paham radikal datang dari Cendekiawan Muslim Azyumardi Azra.

Hal itu disampaikan dalam pertemuan antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan para cendekiawan Muslim di Istana Negara, Senin (4/6). Ia mengatakan, terdapat sekitar 40 masjid di wilayah DKI yang memberikan ceramah mendekati radikalisme. Penceramah justru mengajarkan paham radikal dan intoleran.

Azyumardi mengungkapkan, para cendekiawan mengusulkan untuk menghadapi intoleransi memang harus komprehensif. Pemerintah harus memperkuat kembali koalisi sosial melalui, misalnya, pemantapan kembali semangat kebangsaan, kemudian juga kearifan lokal dan penguatan Islam wasatiyah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement