Sabtu 19 May 2018 15:29 WIB

Daftar 200 Mubaligh Kemenag Bisa Bertambah

Masyarakat bisa menyampaikan rekomendasi mubaligh

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Nur Aini
Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), Cholil Nafis
Foto: ROL/Fakhtar Khairon Lubis
Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), Cholil Nafis

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Daftar 200 mubaligh yang direkomendasikan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia dinilai masih terus berkembang. Ketua Komisi Dakwah MUI, Cholil Nafis menyampaikan daftar tersebut berisi nama yang sudah diverifikasi untuk saat ini.

Menurutnya, sekitar bulan lalu, Kemenag pernah meminta daftar dai yang biasa digunakan oleh Majelis Ulama Indonesia. Sejumlah nama tersebut masuk dalam daftar. Namun, bukan berarti nama yang tidak masuk tidak direkomendasikan.

Cholil menilai hal itu adalah kesempatan bagi masyarakat untuk menyampaikan rekomendasi pada Kemenag terkait nama-nama yang belum masuk. Setiap lembaga atau masjid besar dapat memberi masukan agar Kemenag dapat melakukan verifikasi.

"Saya berharap sebagaimana disampaikan pak Mastuki (Kepala Biro Hubungan Masyarakat, Data, dan Informasi Sekretaris Jenderal Kemenag) bahwa tidak hanya 200 tapi ada lagi nanti tambahan-tambahan, tapi kali ini, ini yang sudah diverifikasi," kata dia pada Republika.co.id, Sabtu (19/5).

Cholil menyampaikan daftar itu dapat jadi referensi sementara. Karena itu, dia menilai nama yang tidak masuk, belum tentu salah. Ia mengusulkan agar daftar tersebut pun dianggap serius karena dapat menjadi standar di masyarakat.

Menurutnya, dai yang tampil di publik baik di televisi atau ranah lapangan lainnya harus merupakan dai yang kompeten. Ia memiliki pengetahuan agama yang mumpuni, dapat membangun peradaban, disampaikan oleh orang yang benar-benar mengerti agama.

Ia menilai, saat ini juga banyak orang-orang yang tampil menyampaikan ceramah tapi tidak cukup kompeten dalam bidangnya. "Itu real di masyarakat, saya harap ini adalah upaya standardisasi," kata dosen pascasarjana Universitas Indonesia ini.

Cholil membandingkan dengan negara-negara ASEAN lain yang memiliki standar bagi dai yang tampil di depan khalayak banyak. Seperti di Malaysia yang dainya harus punya sertifikat dari pemerintah untuk bisa ceramah. Hal itu juga berlaku di Kamboja juga Vietnam. Menurutnya, Indonesia cukup bebas terkait standar dai.

"Sehingga ada baiknya kita ambil positifnya, tanpa mendiskreditkan yang belum masuk, karena tidak ada larangan juga, mungkin belum masuk penelitian," katanya.

Namun, hal itu dinilainya bisa dijadikan langkah awal untuk memperbaiki standar penyampaian ceramah di masyarakat. Saat ini, menurutnya, sudah ada langkah baik, seperti saat pihak televisi meminta masukan dari MUI dan Kemenag terkait ustaz yang tampil.

"Meski belum dibakukan di Undang-Undang, ini perlu dan insha Allah mengarah ke sana," kata ustaz yang namanya juga masuk dalam daftar rekomendasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement