Kamis 17 May 2018 14:36 WIB

Masuki Ramadhan dengan Keimanan dan Keikhlasan

Islam ajarkan umatnya bertoleransi.

Rep: Rahmat Fajar/Muhyiddin/ Red: Agung Sasongko
Orang-orang yang mendirikan shalat termasuk orang yang bertakwa.
Foto: Antara/Rahmad
Orang-orang yang mendirikan shalat termasuk orang yang bertakwa.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menyerang tempat ibadah tidak diperbolehkan oleh ajaran Islam. Sejarah peradaban Islam mencatat dari generasi ke genarasi tak ada satu peristiwa penyerangan terhadap tempat ibadah.

“Yang ada sahabat melindungi tempat ibadah dan Alquran menyatakan tidak boleh merusak biara, kuil dan tempat ibadah lainnya, tidak boleh,”ujar Prof Yunahar kepada republika.co.id, Kamis (17/5).

Sikap tidak menyerang tempat ibadah ditunjukkan oleh sahabat Umar bin Khattab. Karenanya hubungannya dengan pemeluk agama lain waktu itu sangat baik. Bahkan, kata Prof Yunahar, Umar pernah dipersilakan untuk melaksanakan shalat di gereja, namun ia menolaknya.

Umar khawatir jika shalat di gereja, nantinya akan diambil oleh orang Islam. Akhirnya ia memilih untuk melaksanakan shalat di lapangan kosong yang kelak dibangun Masjid Umar.

Prof Yunahar menambahkan, bahwa dalam Islam tidak diperbolehkan melakukan bom bunuh diri. Pada zaman Rasulullah, tidak ada perang dengan cara bunuh diri. “Jadi bunuh diri pada prinsipnya dilarang, tidak boleh ada usaha-usaha apapun untuk mencelakakan dan membunuh diri sendiri,"kata Prof Yunahar.

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Zainut Tauhid Sa'adi mengajak kepada umat Islam agar memasuki Bulan Suci Ramadhan dengan penuh keimanan dan ikhlasan. Selain itu, dia juga mengajak agar umat mengembangkan sikap toleransi.

"Saya ingin mengajak kepada umat Islam agar memasuki bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan keikhlasan serta senantiasa mengharap ridha Allah SWT dalam suasana hati yang sejuk, tenang dan damai serta mengembangkan sikap toleransi dalam menjalankan agama," ujar Zainut dalam keterangan tertulisnya, Rabu (16/5).

Dengan mengembangkan sikap toleransi, menurut dia, masyarakat tidak akan terjebak pada sikap egoisme kelompok yang dapat melahirkan pertentangan dan perselisihan termasuk perbedaan paham keagamaan, serta menghindari perbuatan yang sia-sia dan pemborosan dan hal-hal lain yang mendatangkan kemudharatan bagi diri sendiri dan orang lain.

"Bulan puasa harus dimaknai sebagai bulan yang penuh dengan rahmat atau kasih sayang," ucapnya.

Berpuasa bukan hanya sekedar menahan diri dari makan, minum, dan semua hal yang dapat membatalkannya. Namun, puasa juga dapat melatih kepekaan kita terhadap kesulitan orang lain, melatih empati kita kepada orang yang belum beruntung, dan keberpihakan kita kepada orang yang teraniaya.

"Lebih dari itu puasa dapat membentuk pribadi yang menghargai nilai-nilai kemanusian dan hak asasi manusia. Puasa dapat menjauhkan diri dari perbuatan zalim, aniaya, teror dan bentuk kerusakan lainnya," katanya.

Menurut dia, implementasi nilai-nilai Islam tentang perdamaian, kasih sayang dan keadilan akan lebih mudah ketika seseorang sedang melaksanakan ibadah puasa, sehingga diharapkan nilai-nilai tersebut akan terus menjadi bekas (atsar) dalam kehidupan sehari-hari.

"Jadi sesungguhnya tujuan berpuasa itu adalah membentuk seorang muslim yang memiliki kesalehan pribadi dan kesalehan sosial, yang dapat menyeimbangkan hubungan vertikal kepada Allah dan hubungan horizontal dengan manusia," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement