Kamis 26 Apr 2018 20:54 WIB

Jangan Sisipkan Politik Praktis dalam Pengajian

Kemenag belum bisa mengeluarkan aturan khusus terkait ini, kecuali sebatas imbauan.

Rep: Debbie Sutrisno/ Red: Agus Yulianto
Menteri Agama RI Lukman Hakim Saifuddin.
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Menteri Agama RI Lukman Hakim Saifuddin.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Menteri Agama Lukman Hakim ikut bersuara terkait pernyataan Amien Rais agar para Ustaz dan Ustazah menyisipkan politik ketika memimpin pengajian di mana pun mereka ada. Menurutnya, hal yang bermuatan politik memang boleh dijabarkan dimanapun oleh siapapun, asalkan politik tersebut bersifat substansif.

 

Misalnya, politik tersebut berkaitan dengan penegakan hukum, keadilan, dan kejujuran. Politik substansif juga bisa berupa pemenuhan hak-hak dasar manusia, perlindungan hak asasi, mencegah kemungkaran, dan lainnya. Di mana hakikatnya adalah nilai-nilai universal dari ajaran agama. Jika kaitannya dengan hal seperti ini, maka memang perlu diperjuangkan.

 

 

"Tapi, ada pengertian politik praktis pragmatis. Ini yang harus dicegah, dibicarakan di rumah-rumah ibadah," kata Lukman di Istana Kepresidenan, Kamis (26/4).

 

Kenapa tidak boleh? Karena setiap jamaah yang melaksanakan ibadah memiliki aspirasi politik praktis yang berbeda-beda. Ketika rumah ibadah dijadikan tempat perbincangan politik praktis pragmatis maka bisa menimbulkan sengekta atau konflik antara jamaah yang biasa melakukan ibadah di tempat sama. 

 

"Permasalahan inilah yang harus diselesaikan terlebih dahulu. Apakah politik yang disampaikan bersifat substansif atau praktis pragmatis," ujarnya.

 

Lukman mencontohkan, ketika ada ustaz atau seorang imam yang menggaungkan kepada jamaah untuk memilih tokoh A dan jangan pilih yang B. Atau jamaah harus memilih partai A dan tidak memilih partai B. Maka, hal ini yang sudah masuk dalam ranah politik praktis dan itu akan membelah-belah umat. Dan ketika hal tersebut dijalankan bakal meruntuhkan sendi-sendi umat dalam berbangsa dan bernegara.

 

"Karena esensi dari bangsa dan negara ini adalah bangsa yang religius, yang agamis. Ketika rumah-rumah ibadah itu diisi dengan hal-hal yang politik praktis pragmatis akan menyebabkan pertikaian di antara umat beragama," kata Lukman.

 

Dia menegaskan, aturan agar tidak ada politik praktis di rumah ibadah sebenarnta sudah ada. Regulasi ini melarang tempat ibadah dijadikan tempat kampanye. Kementerian Agama (Kemenag) sendiri belum bisa mengeluarkan aturan khusus terkait ini, Kemenag baru bisa sebatas imbauan agar politik praktis dihindari dari rumah ibadah.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement