Selasa 03 Apr 2018 17:14 WIB

MUI: Hukum Penistaan Agama tidak Efektif

Hal itu dinilai menimbulkan riak kecil dari keresahan umat Islam.

Rep: Novita Intan/ Red: Ani Nursalikah
Sejumlah ormas melakukan aksi unjuk rasa saat berlangsungnya sidang Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) terkait kasus penistaan agama yang menjerat Ahok di depan Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jakarta.
Foto: Antara/Muhammad Adimadja
Sejumlah ormas melakukan aksi unjuk rasa saat berlangsungnya sidang Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) terkait kasus penistaan agama yang menjerat Ahok di depan Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyebut maraknya ujaran kebencian terhadap umat Islam merupakan dampak dari kasus penistaan agama dari Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Hal itu menimbulkan riak kecil dari keresahan umat Islam.

"Kasus Ahok sangat berpengaruh karena dihukum ringan kemudian (ia) tidak (ditempatkan) di Lapas. Kasus ini menimbulkan unsur kejeraan tidak efektif, tidak maksimal sehingga membuat kasus ini dianggap ringan," ujar Wakil Ketua Komisi Hukum MUI Anton Tabah di Gedung MUI, Jakarta, Selasa (3/4).

Menurutnya, setiap kasus penistaan agama memiliki unsur kesengajaan. Sebab, saat ini informasi perihal ajaran ketoleransi beragama cukup banyak baik di sosial media hingga kehidupan sehari.

"Unsur jelas kesengajaan tapi hukum tidak memandang ketidaktahuan ada. Hidup di Indonesia cukup banyak informasi," jelasnya.

Tak hanya itu, Indonesia memiliki kekuatan hukum penistaan agama secara komplit dibanding negara muslim lainnya. Hal itu juga didukung oleh masyarakat yang sangat responsif terhadap permasalahan penistaan agama.

"Keresahaan umat sangat tinggi. Hukum kasus penistaan maksimal lima tahun. Di Indonesia hukum penistaan agama sangat lengkap maka akan diakomodir beberapa negara," ucapnya

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement