Jumat 16 Mar 2018 10:42 WIB

Bolehkah Mengumumkan Anak Hasil Zina?

Agama menganjurkan kita untuk menutupi aib sesama Muslim.

Rep: Achmad Syalaby Ichsan/ Red: Agus Yulianto
Petugas mengamati bayi yang dibuang orang tuanya diduga hasil hubungan gelap (Ilustrasi)
Foto: Antara/Basri Marzuki
Petugas mengamati bayi yang dibuang orang tuanya diduga hasil hubungan gelap (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,  Zina merupakan dosa besar dengan hukuman berat bagi para pelakunya. Hukumannya tidak main-main, yakni rajam atau cambuk. Allah SWT dan rasul-Nya, bahkan menyuruh kita untuk menjauhi perbuatan maksiat tersebut. Hanya, ada anak yang lahir dari orang tua yang berzina. Status anak hasil zina ini kerap tersebar di kalangan masyarakat, terutama kaum ibu. Cerita dari mulut ke mulut lantas membuat status anak menjadi tercoreng di tengah masyarakat. Lantas, apakah anak hasil perzinaan boleh diumumkan ke tengah warga?

Majelis Tarjih Muhammadiyah menjelaskan, penyebarluasan keburukan sesama Muslim tak pantas untuk dilakukan. Agama menganjurkan kita untuk menutupi aib sesama Muslim. Hanya, ada beberapa pengecualian mengenai penyebarluasan informasi tentang keburukan seseorang. Misalnya saja, demi kebutuhan pengadilan. Jaksa bisa me ngo rek keterangan dari saksi mengenai apa yang disaksikan tentang orang yang dipersaksikan.

Di kalangan ulama, hanya ada enam macam yang membolehkan untuk menunjukkan kejelekan orang. Pertama, orang teraniaya, menyebutkan penganiayaan yang diperbuat oleh penganiaya. Kedua, dalam rangka meminta tolong agar perbuatan tercela itu dihindari atau hilang.

Ketiga, meminta bantuan cara mengatasi atau menghindari dari perbuatan tercela itu. Berikutnya, untuk men ingatkan kaum Muslimin agar tidak melakukan perbuatan itu. Kelima, cela itu sudah jelas dan penyandang perbuatan dampak negatif pada masyarakat. Ke enam, dalam rangka untuk pengenalan identitas seseorang. Namun, setiap Muslim memang sangat dianjurkan untuk tidak mengumbar aib seseorang.

Dalam hadis riwayat Imam Muslim yang bersumber dari Abu Hurairah RA, Nabi SAW bersabda, "Barang siapa melonggarkan saudaranya Muslim dari kesulitan dunianya, Allah akan memberi kelonggaran dari kesulitan di hari kiamat. Dan barang siapa memberi kemudahan bagi orang yang mengalami kesukaran, Allah akan menggampangkan di dunia dan akhirat. Dan barang siapa menutup (cacat) orang Muslim, Allah akan menutup (cacatnya) di dunia dan akhirat.

Dan Allah akan selalu menolong hambanya, selama hamba itu selalu menolong saudaranya.. ." Hadis tersebut bermakna jika kita diharuskan untuk menghindarkan diri untuk menampakkan atau membuka-buka aib orang lain. Hendaknya kita menjaga mulut dari ghibah yang justru bisa menyebabkan kita mendapat dosa besar.

"Hai orang-orang yang beriman, jauhilah ke banyakan purbasangka (kecurigaan) karena sebagian dari purbasangka itu dosa. Dan janganlah men cari-cari keburukan orang dan janganlah menggun jingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka, tentulah kamu merasa jijik ke padanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesung guhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang." (QS al-Hujurat ayat 12).

Di luar itu, Nabi SAW juga bersabda jika setiap anak lahir dalam keadaan fitrah. Adapun yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi adalah orang tuanya. Atas dasar dalil ini, tak bisa kita menisbatkan dosa orang tua kepada anak. Dosa pezina hanya ditanggung oleh orang yang berzina. Tak menurun kepada anaknya. Wallahu a'lam. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement