Rabu 14 Mar 2018 14:10 WIB

FPI Nilai Larangan Bercadar Indikasi Islamofobia

Proses belajar mengajar tanpa melihat wajah mahasiswa atau dosen tetap bisa berjalan.

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Agus Yulianto
Ketua Presidium Alumni 212 Slamet Maarif
Foto: ROL/Havid Al Vizki
Ketua Presidium Alumni 212 Slamet Maarif

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA Front Pembela Islam (FPI) mengecam kebijakan perguruan tinggi yang melarang penggunaan cadar di lingkungan kampus. FPI beranggapan larangan tersebut tidak masuk akal.

Hal itu mengomentari tindakan IAIN Bukittinggi, Sumatra Barat yang meliburkan sementara kegiatan mengajar seorang dosen bercadar. "Ini sebuah kebijakan yang konyol dan pejabat IAIN terindikasi mengidap penyakit islamofobia, sehingga takut terhadap syariat Islam," Jubir FPI Slamet Maarif kepada Republika.co.id, Rabu (14/3).

Ketua Persaudaraan Alumni (PA) 212 itu menegaskan, menggunakan cadar tidak merugikan siapapun. Menyoal hukum benar atau tidaknya menggunakan cadar, Slamet mengatakan, memang ada perbedaan pendapat antarulama. Namun, perbedaan pendapat hanya seputar sunnah dan wajib. "Artinya, cadar bukan barang haram," ujar dia.

Terkait pandangan yang menganggap penggunaan cadar mengganggu proses belajar mengajar, menurut Maarif, alasan itu tak bisa diterima akal sehat. Dia menegaskan, proses belajar mengajar tanpa melihat wajah mahasiswa maupun dosen, tetap bisa berlangsung.

Dia mencontohkan, belajar bahasa Inggris bisa menggunakan rekaman atau tanpa melihat gerak bibir pengajar. Model belajar tersebut dipraktikkan saat berada di laboraturium bahasa. "Jadi, alasan tidak dapat melihat gerak bibir ini sama sekali tidak logis," ujar dia.

Slamet beranggapan, memakai cadar adalah bagian hak individu manusia untuk berekspresi yang tidak boleh diganggu. Dengan demikian, menurut dia, kaum intelektual memahami kaidah kebebasan tersebut agar dapat bertindak secara bijaksana.

"Dalam konteks ini saya ingin bertanya, kenapa lembaga intelektual jadi terkesan sudah tidak intelek lagi. Ada apa," ucapnya.

Slamet mengingatkan, sebagai bangsa yang berdaulat, masyarakat Indonesia diberi kedaulatan menggunakan hak-hak individu selama tidak menimbulkan mudharat. Seharusnya, dia berujar, hak-hak individu tidak dibatasi sepanjang tidak menimbulkan kerusakan yang dapat dibuktikan secara empiris.

"Kalau hanya dikira-kira saja, atau dilihat dari satu sudut saja tentu akan selalu terjadi keriuhan kehidupan berbangsa dan bernegara," kata Slamet.

Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi, Sumatra Barat menerbitkan imbauan bagi dosen dan mahasiswinya untuk tidak mengenakan cadar di lingkungan akademik. Hal ini dituangkan dalam Surat Edaran tertanggal 20 Februari 2018 yang ditandatangani Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Bukittinggi.

Kebijakan itu berdampak pada penonaktifan pengajar Bahasa Inggris di Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Hayati Syafri. Dosen tersebut dianggap melanggar disiplin berpakaian bagi dosen. Hayati diketahui mengenakan cadar sejak 2017.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement