Selasa 13 Mar 2018 21:09 WIB

Alasan Muhammadiyah Tetapkan Awal Ramadhan Secepatnya

Diperkirakan awal puasa dan Idul Fitri pemerintah dan Muhammadiyah sama.

Rep: Novita Intan/ Red: Budi Raharjo
Ketua PP Muhammadiyah Yunahar Ilyas
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Ketua PP Muhammadiyah Yunahar Ilyas

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah memutuskan awal puasa atau 1 Ramadan 1439 Hijriyah/2018 Masehi jatuh pada Kamis 17 Mei 2018. Keputusan tersebut berdasarkan hasil hisab Hakiki Wujudul Hilal yang dipedomani oleh Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah.

Sejak lama Muhammadiyah dikenal mengeluarkan penetapanawal puasa, hari Idul Fitri dan Idul Adha mendahului keputusan pemerintah. Hal itu diakui Wakil Ketua PP Muhammadiyah, Yunahar Ilyas. Menurutnya, penetapan awal puasa sudah ditunggu khususnya warga Muhammadiyah di Indonesia.

Keputusan ini untuk menjawab pertanyaan dari warga Muhammadiyah yang sudah lama menunggu kapan penetapan awal puasa pada tahun ini. Repot kalau tidak diberitahukan secepatnya, ujarnya ketika dihubungi Republika di Jakarta, Selasa (13/3).

Ia menjelaskan, Muhammadiyah memiliki konsep tersendiri dalam memutuskan hari besar keagamaan yakni dengan perhitungan ilmu astronomi atau falak. "Kami memiliki kriteria apabila sudah terjadi Ijtimak di mana saat melakukan perhitungan sebelum magrib lalu matahari terbenam tanggal 29 syaban, bulan masih berada di atas ufuk 0 derajat belum terlihat hilalnya," ucapnya.

 

Kemudian besoknya dengan hitungan ijtimak setelah magrib saat matahari terbenam tidak minus derajat masih sudah masuk tanggal dan bulan baru. "Maka kami putuskan tanggal 17 Mei 2018 M untuk awal puasa," jelasnya.

Ia juga menghimbau masyarakat umum untuk saling menghargai konsep penetapan hari besar keagamaan yang ditentukan Muhammadiyah. Bahkan, ia memperkirakan awal puasa dan lebaran Idul Fitri antara pemerintaha dam Muhammadiyah jatuh pada tanggal dan bulan yang sama.

"Mestinya pemerintah akan sama awal puasa dan lebaran karena pemerintah menetapkan hari besar keagamaan setelah melakukan sidang isbat dan konsep rukyat (melihat bulan)," ungkapnya.

Sementara Kepala Bidang Ekonomi Muhammadiyah, Anwar Abbas menambahkan dalam menentukan hari besar keagamaan setiap ormas memiliki penghitungan masing-masing. Di mana, Muhammadiyah berpedoman pada lembaga Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah.

"Secara teknis, bulan berputar mengelilingi bumi, matahari mengelilingi bumi jadi jangankan lebaran tahun ini, lebaran 50 tahun mendatang akan terlihat juga karena sudah ada ukuran ketentuan jadi bisa dihitung," ungkapnya ketika dihubungi Republika.

Jadi posisi bulan dengan matahari terbenam beriringan, kalau di atas 4 derajat di atas ufuk maka akan nampak tanggal dan bulan yang baru. "Kalau di bawah 4 derajat atau 0,01 derajat maka belum bisa dihitung tangga baru," jelasnya.

Sementara itu, pemerintah menetapkan hari besar keagamaan Islam setelah melakukan sidang isbat atau penetapan yang diikuti sejumlah ormas dan perwakilan instansi, termasuk Muhammadiyah. Sidang isbat mempertimbangkan hasil perhitungan hisab dan juga menggunakan konsep melihat bulan (rukyat).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement