Jumat 09 Mar 2018 11:02 WIB

MUI: Radikalisme tidak Diukur dari Aksesori Seperti Cadar

Untuk menangkal radikalisme harus dengan pendekatan komprehensif.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Ani Nursalikah
Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Saadi.
Foto: Republika/Yasin Habibi
Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Saadi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) berpandangan ada kesalahpahaman sementara dari pihak yang mengaitkan masalah radikalisme dengan pemakaian cadar, celana cingkrang (isybal) ,dan potongan jenggot seseorang. Pandangan tersebut sangat tidak tepat karena radikalisme tidak hanya diukur melalui simbol-simbol aksesoris tersebut, tetapi lebih pada pemahaman ajaran agamanya.

"Sehingga, kurang tepat jika karena alasan ingin menangkal ajaran radikalisme di kampus kemudian melarang mahasiswi memakai cadar," kata Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Sa'adi kepada Republika.co.id, Jumat (9/3).

(Menelisik Kelompok Bercadar di UIN Sunan Kalijaga)

Zainut khawatir setelah larangan penggunaan cadar, kemudian disusul dengan larangan berikutnya, yaitu larangan mahasiswa memakai celana cingkrang dan berjenggot. Untuk menangkal ajaran radikalisme, menurut dia, harus melalui pendekatan yang lebih komprehensif, persuasif, edukatif, dan konseling keagamaan yang intensif.

Ia menyampaikan, MUI meminta kepada semua pihak menempatkan masalah ini sebagai sesuatu hal yang wajar, proporsional dan tidak perlu dibesar-besarkan, dan menyerahkan sepenuhnya kepada Rektorat UIN Sunan Kalijaga. Kampus memiliki otoritas dan kewenangan mengatur kampusnya melalui berbagai penerapan peraturan yang tidak bertentangan dengan nilai agama, norma susila, dan undang-undang yang ada. Selain itu dengan melalui berbagai pendekatan dan solusi yang komprehensif, maslahat, juga bermartabat.

photo
Cadar di UIN Sunan Kalijaga.

"MUI yakin kita semuanya tidak berharap kampus menjadi sarang penyebaran paham radikalisme, liberalisme, dan tempat yang menanamkan sikap fobia terhadap agama Islam," ujarnya.

Ia menerangkan, semuanya berharap kampus menjadi tempat persemaian nilai-nilai ajaran Islam yang moderat (wasathiyah) dan Islam yang rahmatan lil alamiin. Zainut menjelaskan, pemakaian cadar bagi seorang Muslimah sebagai syarat dan kewajiban untuk menutup aurat adalah masalah cabang dalam agama (furu'iyyat). Dalam berbagai pendapat para ulama tidak ditemukan adanya kesepahaman (mukhtalaf fihi).

Masih terdapat perbedaan pandangan di kalangan ulama (khilafiyah). Hendaknya semua pihak dapat menerima perbedaan pandangan tersebut sebagai khazanah pemikiran Islam yang dinamis serta menjadikan rahmat bagi umat Islam yang harus disyukuri, bukan justru diingkari.

"MUI meminta semua pihak menahan diri dan tidak menjadikan isu penggunaan cadar mahasiswi UIN Sunan Kalijaga sebagai alat untuk saling mendiskreditkan dan menyalahkan antarkelompok pandangan keagamaan di masyarakat, karena dikhawatirkan dapat memecah belah persatuan dan kesatuan umat Islam," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement