Rabu 07 Mar 2018 01:14 WIB

Pemecatan Mahasiswi Transnasional Diharap Proporsional

Pengenaan cadar lebih dilatarbelakangi alasan kesehatan sekaligus menjalankan sunah.

Rep: Eric Iskandarsjah Z/ Red: Agus Yulianto
 Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (UIN Suka)
Foto: uin.suka.ac.id
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (UIN Suka)

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga (Suka) berkomitmen untuk menjaga keutuhan NKRI. Demi mewujudkan hal itu, UIN Suka pun secara tegas akan mengeluarkan mahasiswi yang tetap cenderung berpaham transnasional, meski telah dibina sebanyak sembilan pertemuan.

Menanggapi hal itu, salah satu mahasiswi UIN Suka, Tiara Annisa berharap, kebijakan yang sementara ini fokus pada mahasiswi bercadar tersebut diharapkan dapat diterapkan secara proporsional. Artinya, lanjut mahasiswi yang juga mengenakan cadar tersebut, jika memang seorang mahasiwi itu bersikeras untuk berpaham transnasional, meski telah dibina sembilan kali, namun berkomitmen untuk tidak menyebarkan pahamnya itu, maka sebaiknya mahasiswi itu tetap diizinkan untuk melanjutkan masa studinya di UIN Suka.

"Namun, jika ternyata mahasiswi tersebut terbukti aktif menyebarkan paham transnasional, baru mahasiswi tersebut layak untuk diberhentikan sebagai mahasiswi UIN Suka," ujar Tiara saat ditemui Republika.co.id di lingkungan kampus UIN Suka Yogyakarta, Selasa (6/3).

Dia menegaskan, meski dirinya bercadar, namun ia tak sepakat dengan paham-paham yang cenderung mengatarah pada ideologi transnasional. Mahasiswi Fakultas Tarbiyah asal Kebumen tersebut pun menekankan, bahwa ia tak sedikitpun bertentangan dengan dasar-dasar negara Indonesia seperti Pancasila.

 

Menurutnya, pegenaan cadar yang ia terapkan sebagai salah satu gaya hidup lebih dilatar belakangi oleh alasan kesehatan sekaligus menjalankan sunah. Namun, saat berada di dalam kelas, ia memilih melepas cadar. "Di kelas saya lepas agar dapat lebih memudahkan dalam berkomunikasi dengan teman dan dosen," ujarnya.

Lagipula, dia pun menyadari, bahwa muka bukanlah aurat. Sehingga, dalam kondisi tertentu, dia tak bersoal jika memang harus tanpa mengenakan kain penutup muka. Tiara pun menilai, penggunaan cadar sangat berpengaruh signifikan bagi kesehatanya. Terlebih saat berada di tengah padatnya arus lalu lintas.

"Saya cukup sensitif dengan polusi. Saat di jalan, jika tanpa cadar, pernapasan saya terganggu sehingga terbatuk-batuk," kata dia.

Terkait adanya stigma bahwa perempuan bercadar cenderung teraliensi, dia mengaku, bukan termasuk mahasiswi yang cenderung membatasi interaksi secara berlebihan. Oleh karena itu, Tiara pun tak berkebaratan untuk dapat membaur dengan teman-teman dari bermacam latar belakang pemahaman.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement