Ahad 04 Feb 2018 06:34 WIB

Menengok Perkembangan Nama Arab di Tanah Jawa

Pertumbuhan nama Arab meningkat pesat sejah akhir abad 20

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Agus Yulianto
Sejumlah ibu  di Gunung Bromo antre menimbang bayinya di Posyandu Desa Tosari, Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur (Ilustrasi)
Foto: ANTARA/Musyawir
Sejumlah ibu di Gunung Bromo antre menimbang bayinya di Posyandu Desa Tosari, Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,  Tradisi pemberian nama pada anak-anak di Indonesia mengalami perkembangan yang dinamis dari masa ke masa. Sepanjang seratus tahun terakhir, nama mengalami perkembangan sesuai semangat yang ada.

Hal itu disampaikan mahasiswa doktoral prodi Inter-Religious Studies Sekolah Pascasarjana Lintas Disiplin Universitas Gadjah Mada (UGM), Askuri. Ia mempertahankan, disertasi terkait politik penamaan dalam pertumbuhan Islam di Indonesia.

"Dalam seratus tahun terakhir, nama diri berkembang sedemikian rupa mengikuti semangat zaman," kata Askuri dalam ujian terbuka program doktor di Auditorium SPs LG UGM, Selasa (29/1) lalu.

Askuri menyebutkan, perkembangan itu terjadi dalam tradisi penamaan di Jawa. Awalnya, nama diri orang Jawa sangat sederhana yang biasanya terdiri dari satu kata, namun kini nama diri anak-anak orang Jawa semakin kompleks dan panjang.

Nama anak-anak orang Jawa disebut pula lebih sarat makna, dan dengan variasi lingual yang beragam. Askuri menilai, pertumbuhan nama-nama Arab mengalami pertumbuhan pesat dalam perkembangan tradisi penamaan di Jawa.

Nama Arab telah lama digunakan orang Jawa dalam penamaan dengan beragam domestikasi, tapi dalam 30 tahun terakhir nama-nama Arab lebih terstandarisasi sesuai transliterasi Arab Indonesia.

Sedangkan, lanjut Askuri, sebagian nama-nama Arab lain lebih terasa modern dan mendunia dengan menggunakan ejaan bahasa Inggris. "Pertumbuhan nama Arab meningkat pesat sejah akhir abad 20 dan bisa merepresentasikan perubahan umat Islam di Indonesia," ujar Askuri.

Sebelum pertengahan abad 20, hanya sedikit orang tua di Jawa yang memperhatikan makna bagi masa depan anak-anaknya. Menurut Askuri, ini banyak dikarenakan adanya keterbatasan literasi orang tua.

Askuri menerangkan, umumnya bagi komunitas santri yang memiliki hubungan patron-client dengan kiai mendatangi tokoh agama tersebut. Kedatangan itu bertujuan meminta nama-nama yang bermakna bagi anak-anak mereka.

Ia menuturkan, penamaan Arab ini menjadi sebuah register keislaman. Nama Arab menjadi kode linguistik yang merepresentasikan perubahan generasi baru Muslim yang tumbuh menjadi orang tua.

"Terjadi perubahan pola nama Arab di Jawa pada akhir abad 20, salah satunya pertumbuhan purified Arabic names yang mencerminkan pertumbuhan literasi Qurani di kalangan para orang tua," kata Askuri.

Kemunculan nama-nama Arab yang belum pernah ada dalam khazanah perbendaharaan nama Arab di Jawa, disebut turut menyiratkan semakin luasnya sumber-sumber penamaan. Sumber penamaan tidak hanya lagi bersumber kepada otoritas tradisional kiai, tapi dari buku, majalah, koran dan internet.

Hal ini menunjukkan semangat zaman di mana otoritas tradisional keagamaan semakin bersaing dengan berbagai media baru. "Yang diintroduksi para intelektual Muslim baru yang tidak berbasis pesantren maupun kekuatan industri yang tidak berbasis agama," ujar Askuri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement