Ahad 28 Jan 2018 14:05 WIB

Sosialisasi Regulasi Produk Halal Masih Minim

Proses pembuatan batik yang halal dapat memberikan nilai tambah.

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Agus Yulianto
Sejumlah pengrajin batik mencanting lilin (malam) ke atas kain di salah satu rumah di Centra Batik Tulis Trusmi, Desa Trusmi Wetan, Plered, Cirebon, Jawa Barat, Sabtu (16/4).(Antara/Widodo S. Jusuf)
Foto: Antara/ Widodo S. Jusuf
Sejumlah pengrajin batik mencanting lilin (malam) ke atas kain di salah satu rumah di Centra Batik Tulis Trusmi, Desa Trusmi Wetan, Plered, Cirebon, Jawa Barat, Sabtu (16/4).(Antara/Widodo S. Jusuf)

REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Sosialisasi mengenai UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) dinilai masih kurang. Hal itu menyebabkan minimnya pemahaman masyarakat mengenai produk halal.

 

"Produk halal dianggap hanya yang berkaitan dengan makanan dan minuman saja. Padahal, lebih luas lagi," ujar Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch, Ikhsan Abdullah, di sela edukasi mengenai produk halal kepada pengrajin batik di Trusmi, Kabupaten Cirebon, Sabtu (27/1).

 

Ikhsan menjelaskan, dalam Pasal 1 ayat 1 UU JPH disebutkan bahwa produk halal adalah barang dan/atau jasa yang terkait dengan makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik, serta barang gunaan yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh masyarakat. Namun, hingga saat ini pengertian produk halal itu belum sepenuhnya dipahami masyarakat.

 

Untuk itulah, Indonesia Halal Watch mengadakan kegiatan edukasi produk halal, salah satunya di Kabupaten Cirebon. Di daerah tersebut, kegiatan itu dilakukan kepada kelompok pengrajin batik (dunia usaha), kelompok tenaga terlatih dan terdidik (siswa SMK), dan komunitas ibu-ibu jamaah pengajian.

 

Selain mengenai produk dan barang gunaan halal, Indonesia Halal Watch juga menjelaskan mengenai halal logistik. Yang dimaksud halal logistik adalah proses pengelolaan aliran material dan arus informasi melalui rantai pasok sesuai dengan standar halal.

 

Menurut Ikhsan, salah satu point penting dalam halal logistik adalah memastikan tidak terjadinya percampuran pengiriman barang yang halal dan non halal dalam satu kontainer. Selain itu, memastikan pemisahan barang halal dan non halal tersebut tidak dalam satu gudang yang mengakibatkan kontaminasi barang halal menjadi tidak halal.

 

"Misalnya penempatan daging yang tidak halal (daging babi) dengan daging sapi walaupun telah di-pack dalam boks, tetapi berpotensi terjadinya kontaminasi," ujar Ikhsan.

 

Dalam kegiatan edukasi itu, Indonesia Halal Watch juga memberikan penjelasan kepada kepada siswa SMK sebagai calon tenaga terlatih untuk melakukan pencucian mesin-mesin, yang digunakan untuk memproduksi makanan dan minuman. Dalam pencucian mesin-mesinitu, hendaknya tidak lagi menggunakan alkohol atau ethanol, tapi menggunakan bahan pencuci lain.

 

"Di sinilah diperlukan satu penelitian dan kajian ilmiah bagaimana sekolah dan kampus serta lembaga penelitian dapat menciptakan bahan pencuci pengganti alkohol atau ethanol," tutur Ikhsan.

 

Sementara kepada kelompok pengrajin batik di Trusmi, Kabupaten Cirebon, Indonesia Halal Watch menjelaskan, bagaimana proses pembuatan batik halal sesuai undang-undang. Dari proses pemilihan kain, pembuatan pola, pembatikan, pemolesan, pencelupan sampai kepada drying atau pengeringan.

 

"Proses pembuatan batik yang halal (memenuhi kriteria sesuai UU) dapat memberikan nilai tambah, yakni berupa kenyamanan konsumen sebagai penggunanya dan meningkatnya omset penjualan bagi pengrajin karena meningkatnya kepercayaan konsumen," kata Ikhsan.

 

Sekretaris Koperasi Batik Budi Tresna, Masnedi Masina, mengapresiasi kegiatan edukasi yang dilakukan Indonesia Halal Watch tersebut. "Kami akan sampaikan kepada anggota (koperasi) tentang UU yang mengatur mengenai produk halal," tandas Masnedi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement