Jumat 26 Jan 2018 06:13 WIB

Munas Tarjih akan Hasilkan Putusan Strategis untuk Bangsa

Sudah saatnya Muhammadiyah mengerjakan proyek besar.

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Agus Yulianto
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir (kanan) memberikan sambutan saat membuka Musyawarah Nasional Tarjih Muhammadiyah ke-XXX di kampus Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (24/1).
Foto: Antara/Abriawan Abhe
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir (kanan) memberikan sambutan saat membuka Musyawarah Nasional Tarjih Muhammadiyah ke-XXX di kampus Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (24/1).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menyelenggarakan Musyawarah Nasional (Munas) Tarjih Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Makassar, Kota Makassar, Sulawesi Selatan pada 23-26 Januari 2018. Munas Tarjih Muhammadiyah mengusung tema Penguatan Spiritualitas, Perlindungan terhadap Anak dan Pengelolaan Informasi menuju Masyarakat Berkemajuan.

Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir mengatakan, Munas Tarjih Muhammadiyah akan menghasilkan putusan yang sangat strategis bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Munas ini merupakan forum resmi di Muhammadiyah untuk memutuskan hal-hal penting terkait tarjih dan tajdid.

"Bagi kita, agenda Munas ini tidak hanya sekedar seremonial, tapi juga dapat digunakan sebagai ajang untuk mendialogkan hal-hal substantif," kata Haedar saat pidato iftitah di Munas Tarjih Muhammadiyah, Rabu (24/1).

Kata dia, sekarang Muhammadiyah sudah merespons persoalan-persoalan kontemporer dan perkembangan-perkembangan baru. Akhir abad ke-20, Muhammadiyah menghadapi gagasan modernisme yang jika Muhammadiyah tidak menanggapi itu akan kehilangan disorientasi. Seiring perubahan zaman dan perkembangan teknologi informasi, maka Muhammadiyah harus mampu menghadirkan Islam sebagai solusi.

Menurutnya, Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM) sesungguhnya adalah jalan tengah yang diambil oleh Muhammadiyah. Untuk memberikan pedoman bagi warga dan umat Islam di satu sisi, tapi tidak terlepas dari aspek epistemologis yang terkandung dalam masailul khamsah dan Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah (MKCH).

"Pekerjaan Majelis Tarjih sangat besar dan raksasa. Alhamdulilah, bersyukur Muhammadiyah sudah punya fikih yang sifatnya kontemporer. Ini merupakan bukti bawah Majelis Tarjih dan Muhammadiyah cukup responsif terhadap persoalan-persoalan baru," ujarnya.

Menurutnya, ada hal yang menarik, seperti yang diinformasikan Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid dan Ketua PP Muhammadiyah yang membidangi Tarjih. Istilah fikih yang digunakan Muhammadiyah berbeda dengan istilah fikih pada zaman dulu. Tantangannya adalah sekarang produk fikihnya sudah banyak dihasilkan, tapi mungkin perlu epistemologi usul fikihnya dirumuskan juga.

Ia menyampaikan, perlu memiliki konstruksi usul fikihnya dan dijadikan satu paket dengan Manhaj Tarjih. Sudah saatnya Muhammadiyah mengerjakan proyek besar. Muhammadiyah sudah memulai dengan menulis Tafsir al-Tanwir, itu sudah lumayan tapi perlu dipercapat dan dikerjakan hal-hal lainnya.

"Masukan-masukan dari para pemikir kontemporer sudah selayaknya dijadikan pertimbangan oleh Muhammadiyah," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement