Kamis 18 Jan 2018 07:01 WIB

Abu Sufyan bin Harits Takjub Lihat Pembebasan Makkah

Kota Makkah, Arab Saudi (ilustrasi)
Foto: ROL/Sadly Rachman
Kota Makkah, Arab Saudi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Abu Sufyan mengung kapkan ketakjubannya saat pembebasan Makkah.  Sesampainya di Makkah, ia berpa pasan dengan Abu Lahab, yang tidak menyertai pa sukan musyrik di ge langgang tempur. Dengan wajah penuh rasa antusias, Abu La hab mencegat Abu Sufyan demi mena nyakan kabar hasil peperangan: apakah kaum Muslim yang hanya 313 orang itu sudah berhasil dilibas keangkuhan mu syrikin.

Mari ke sini, keponakanku! Pasti engkau membawa berita baik! Cerita kan lah kepadaku, bagaimana situasi di sana? ujar Abu Lahab.

Jauh dari dugaan Abu Lahab, ternyata kemenangan berada di pihak umat Rasulullah. Maka di dekat Sumur Zamzam, Abu Lahab menyimak penuturan Abu Sufyan mengenai alasan kekalahan yang memalukan kaum musyrik.

Demi Allah! Kami menemui suatu kelompok yang kepadanya leher-leher kami hanya tinggal diulurkan saja agar ka mi banyak yang mati dan tertawan. Demi Allah, saya tidak menyalahkan kekuatan kita, orang-orang Quraisy. Namun, yang kami hadapi di sana ada lah kelompok orang- orang yang ber pakaian serbapu tih. Mereka me ngen da rai kuda ber warna belang hitam-putih. Mereka me nyerbu ka mi dari se gala pen juru, langit dan bu mi! seru Abu Su f yan.

Abu Sufyan bin Ha rits berkata, "Demi Allah! Tiada berita, ke cuali bahwa kami menemui suatu kaum yang kepada mereka kami serahkan leher- leher kami, hingga me reka sembelih se su k a hati mereka dan mereka tawan kami semau mereka! Dan demi Allah, aku tak dapat menyalahkan orang-orang Quraisy.

Kami berhadapan dengan orang-orang serbaputih mengen dara kuda hitam-putih, menyerbu dari an tara langit dan bumi, tidak se rupa dengan suatu pun dan tidak terhalang oleh suatu pun!" Mereka yang disebut dalam tuturan Abu Sufyan ini ialah para malaikat. Allah SWT menurunkan pasukan malaikat sebagai jawaban atas doa Rasulullah menjelang Perang Badar.

Hidayah mengetuk pintu hati Abu Sufyan beberapa waktu sebelum bala tentara Islam bergerak ke arah Makkah. Saat itu, Abu Sufyan me mang gil anaknya, Ja'far, agar menema ni nya berang kat bertemu dengan Ra sulullah.

Kepada Rasulullah SAW, untuk menyerah kan diri kepada Allah, Tuhan semesta alam, kata Abu Sufyan.

Abu Sufyan dan putranya itu berkuda sam pai di Abwa. Di sanalah keduanya mendapati gemuruh tanah tempatnya ber pijak karena derap maju pasukan Muslim. Untuk sesaat, Abu Sufyan merasa bingung, apakah pantas ia serta-merta menun juk kan diri di hadapan Rasulullah. Dua puluh tahun lamanya ia merumuskan strategi-strategi demi melumpuhkan persebaran Islam. Apakah Rasulullah menyimpan den dam kepadanya? Demikian suara batin Abu Sufyan.

Namun, Abu Sufyan percaya bahwa Ra sulullah merupakan pemimpin yang agung dan bijaksana. Persoalannya berbeda bilamana satu saja orang Muslim men dapati dirinya mengendap-endap seper ti ini. Bisa jadi, ia akan tewas terhunus pedang seorang Muslim sebelum sempat berbicara langsung kepada Rasulullah.

Abu Sufyan kemudian semakin menyem bunyikan wajahnya. Ia mengajak Ja'far menyingkir dari Abwa sejenak. Ketika arak-arakan pasukan Muslim semakin mendekat, Abu Sufyan berupaya mencari celah agar terhindar dari pandangan mata pasukan Muslim. Dengan begitu, ia dapat mendekati Rasulullah secara aman.

Ketika mendapati sosok Nabi Muhammad, Abu Sufyan seketika bersimpuh di ha dapan beliau. Abu Sufyan membuka penu tup mukanya sehingga jelas Rasulullah mengenalinya. Akan tetapi, Rasulullah masih kurang berkenan dengan kehadiran tiba-tiba Abu Sufyan. Hal ini terus terjadi sekalipun Abu Sufyan berkali-kali meminta kesediaan menatap wajah Rasulullah.

Akhirnya, Abu Sufyan menyerukan dua kalimat syahadat: Aku bersaksi tidak ada zat yang patut disembah kecuali Allah. Aku bersaksi bahwa engkau, Muhammad, adalah utusan Allah dan nabi terakhir. Demi mendengar syahadat itu, wajah Nabi Muhammad perlahan mulai berpaling kepada Abu Sufyan.

Tidak ada dendam maupun penye salan, wahai Rasulullah, ucap Abu Suf yan.

Tidak ada dendam, dan tidak ada penyesalan, jawab Nabi Muhammad.

Setelah itu, Rasulullah menyuruh Ali bin Abi Thalib agar mengajarkan ibadah- iba dah dasar Islam kepadanya. Ajarkanlah kepada saudara sepupumu ini cara berwudhu dan bagaimana sunah itu, kata Na bi. Begitu Ali meminta izin pamit, Rasulullah menyuruh sahabat yang lain agar mengumumkan kepada orang banyak tentang hal ini. Bahwa Nabi telah meridhai sosok Abu Sufyan bin Harits.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement