Jumat 05 Jan 2018 20:15 WIB

Sejarah Sekularisme di Negeri Muslim

Rep: Heri Ruslan/ Red: Agung Sasongko
Dunia Islam (ILustrasi)
Foto: Aksitarih.com
Dunia Islam (ILustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Sekularisme yang tumbuh di dunia Islam adalah produk imperialisme Eropa. Pada abad ke-19 M, negara-negara Barat yang menjajah negara-negara Islam membawa sebuah ideologi - yang menjadi kepanjangan budaya asing - bernama sekularisme.

"Sekularisme berfungsi sebagai ideologi yang dipaksakan dari luar oleh para penjajah," ungkap John L Esposito dalam Ensiklopedi Oxford. Salah satu negara Muslim yang menerapkan sekularisme dan memilih menjadi negara sekuler adalah Turki. Semua bermula ketika Kekhalifahan Turki Usmani mengalami kekalahan dalam Perang Dunia I.

Lalu, muncullah negara baru Turki di era kepemimpinan Mustafa Kemal yang dikenal sebagai Ataturk. Di bawah kepemimpinannya, Turki berubah 360 derajat. Ia memilih menjadikan negeri Muslim itu sebagai negara sekuler. "Dia menghapus kesultanan yang bersifat politik dan kekhalifahan yang bersifat keagamaan," tutur Esposito yang juga guru besar Studi Islam pada Universitas Georgetown, Amerika Serikat. Di era awal Republik Turki, kalender Islam diganti dengan kalender masehi. Tulisan Arab tak lagi digunakan dan diganti dengan tulisan Latin.

Muslimah tak boleh lagi mengenakan jilbab. Ratusan masjid dihancurkan. Bahkan, ada masjid yang dijadikan pub dan kandang kuda. Fakta penghancuran masjid di era awal Republik Turki diungkapkan oleh seorang petinggi Partai Pembangunan dan Keadilan pejabat provinsi Corum, Salim Uslu.

Seperti dilaporkan Zaman Todays baru-baru ini, Salim mendesak agar Pemerintah  Turki  merekonstruksi bangunan masjid yang dihancurkan di era kekuasaan rezim partai tunggal. "Ada ratusan masjid yang dihancurkan dan beralih fungsi menjadi pub dan kandang kuda," ungkapnya.

Penghancuran dan alih fungsi bangunan masjid itu sempat dilakukan penguasa Turki pada era 1923 hingga 1950. Perdana Menteri Turki, Recep Tayyip Erdogan, juga sempat mengatakan pada era rezim partai tunggal banyak masjid yang dipaksa berubah menjadi kandang kuda. Ia kebijakan pemerintah di era partai tunggal itu merupakan upaya penistaan terhadap agama dan tempat ibadah.

Sekularisasi yang dipaksakan itu memang telah menjadikan Turki sebagai negara sekuler. Namun, kata Esposito, sekularisasi yang di-backing-i militer itu tak mampu menghapus Islam sebagai agama yang dipeluk mayoritas penduduk negeri itu. Pada masa awal Republik Turki berdiri, banyak ulama dan tokoh Islam yang tak sepakat dengan sekularisme di penjara. Salah satunya adalah Said Nursi. Pemberlakuan paham sekularisme di Turki justru telah menimbulkan kesulitan politik secara terus-menerus.

Umat Islam di Turki pun mengalami kejengahan dengan pembatasan yang dilakukan oleh negara terhadap wilayah keimanan dan keyakinan mereka. Sekularisme yang dipaksakan negara justru memicu perlawanan dari  kalangan Islamis di negara itu. Puncaknya, pada 1993, para Islamis itu membakar sebuah hotel yang menjadi tempat diselenggarakannya konferensi kaum intelektual sekuler. Kini, sebagian besar rakyat Turki mendambakan kembali suasana kehidupan di era Kekhalifahan Turki Usmani.

Rakyat mulai memilih partai yang memperjuangkan Islam. Kaum hawa sudah mulai berani mengenakan jilbab di tempat umum.  Menurut Esposito, pengalaman yang terjadi di Turki itu membuktikan betapa sekularisasi yang disponsori oleh negara tidak dapat menciptakan budaya sekuler massa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement