Ahad 31 Dec 2017 21:10 WIB

Dengan Dzikir Nasional, Malam Tahun Baru Jadi Istimewa

Rep: mg02/ Red: Agung Sasongko
 Ribuan umat muslim peserta Dzikir Nasional 2017 menunaikan shalat Maghrib berjamaah di Masjid At-tin, Jakarta, Ahad (31/12).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Ribuan umat muslim peserta Dzikir Nasional 2017 menunaikan shalat Maghrib berjamaah di Masjid At-tin, Jakarta, Ahad (31/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di penghujung tahun 2017 ini, Republika untuk ke-16 kalinya menggelar Dzikir Nasional di Masjid At-Tin, Jakarta, selama tiga hari berturut-turut sejak Jumat (29/12) kemarin. Pemimpin Redaksi (Pemred) Republika Irfan Junaidi menilai, Dzikir Nasional ini merupakan acara yang istimewa bagi umat Islam.

Irfan mengingatkan untuk tidak menyia-nyiakan malam tahun baru dengan hal-hal yang tidak ada manfaatnya. Seperti misalnya menyalakkan kembang api, yang justru sebenarnya memiliki madhorot yang besar. "Adakah yang istimewa dari pergantian malam tahun baru kali ini? Tidak ada. Malam tahun baru sama seperti hari-hari biasanya," ujar Irfan dalam sambutannya, Ahad (31/12).

Dengan digelarnya Dzikir Nasional Republika ini, diharapkan malam pergantian tahun baru menjadi lebih istimewa bagi umat Islam. Sehingga tidak ada lagi ramaja umat Islam yang melakukan kegiatan hura-hura, menghamburkan uang, dan melakukan kegiatan tak bermanfaat lainnya.

"Kita ingat beberapa waktu lalu di Tangerang ada sebuah perusahaan kembang api yang terbakar. Korbannya yang meninggal ada puluhan. Nah kalau malam tahun baru kita gunakan dengan membakar kembang api, sama saja kita mengakui keberadaan perusahaan yang minim security, lemah keselamatannya," katanya.

Pimpinan Pondok Pesantren Tebu Ireng, KH. Salahuddin Wahid, atau biasa disapa Gus Sholah, mengatakan, pergantian malam tahun baru yang dilakukan dengan hura-hura adalah hal yang sia-sia dan tak bermanfaat. Bagi umat Islam, lebih baik mengisi malam tahun baru dengan berdzikir

"Yang saya garisbawahi dari sambutan dari Pak Irfan Junaidi tadi adalah bahwa merayakan tahun baru dengan menyalakan kembang api adalah hal yang tak ada manfaatnya. Lebih baik kita ramaikan masjid-masjid dengan dzikir," katanya.

Gus Sholah mengaku sudah mengikuti Harian Republika sejak awal berdiri atau 25 tahun yang lalu. Menurut dia, konten-konten yang disampaikan Republika sangat sesuai dengan nilai keislaman, khususnya yang terbit di Hari Jumat dan Ahad. "Kita harus dukung keberadaan Republika," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement