Jumat 08 Dec 2017 11:00 WIB

Dosa Tersembunyi

Rep: A Syalabi Ichsan/ Red: Agung Sasongko
ilustrasi merenungi waktu dan dosa
Foto: jart-gallery.blogspot.com
ilustrasi merenungi waktu dan dosa

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Syahdan, seorang ulama sufi terkemuka di Marwah, Basrah, berteman dengan seorang ahli ibadah yang baru tobat dari maksiat. Dia rajin shalat malam dan selalu puasa Senin-Kamis. Pada suatu ketika, Manshur bin Ammar, nama ulama itu, putus kontak dari temannya. Khalayak mengabarkan jika dia sedang sakit. Manshur pun pergi ke rumah si fulan untuk menjenguknya. Anak perempuannya lantas menemui Manshur. Dia pun mengantar Manshur menemui ayahnya.

Si sakit ternyata sedang tidur di ranjang di tengah rumah. Mukanya menghitam, matanya berlinang air mata dan bibirnya bengkak. Manshur lantas berkata kepadanya, "Wahai saudaraku, perbanyaklah berkata laila ha illallah." Dia pun membuka mata dan menatap mata Manshur dengan tajam lalu tak sadarkan diri.

 

Manshur mengulanginya hingga tiga kali. Pada bisikan ketiga, temannya itu bangun. Dia berkata kepada Manshur. "Wahai Manshur, aku telah terhalang dari kalimat itu. Lidahku kelu tidak mampu mengucapkannya." Manshur lantas bergumam, "La hawla wala quwwata illa billahil aliyyil adhim' (tiada daya dan tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah yang Mahatinggi dan Mahaagung). "Wahai saudaraku, di manakah shalat, puasa, dan tahajudmu?"

Temannya pun membuat pengakuan. Dia bertobat bukan untuk Allah. Tobatnya hanya palsu. Semua ibadah itu dilakukan hanya untuk dihormati orang. Ibadahnya menghilang saat sedang menyepi sendiri. "Bila aku menyepi seorang diri, aku masuk ke dalam rumah dan menutup gorden. Aku minum khamar dan menentang Allah dengan kemaksiatan-kemaksiatan," kata temannya Manshur.

Saat dia ditimpa penyakit hingga hampir wafat, dia lantas menyuruh anak perempuannya untuk mengambilkan mushaf. Kemudian, dia berdoa, "Ya Allah, demi Allah yang menurunkan Alquran yang agung dengan kebenaran, mohon sembuhkanlah aku! Aku berjanji tidak akan kembali melakukan dosa untuk selamanya," kata dia, seperti dituturkan Manshur. Allah pun mengabulkan doanya. Dia sembuh dari penyakitnya.

Setelah sembuh, dia kembali sering melakukan maksiat. Uangnya dihamburkan di jalan haram. Dia terlena dalam kesenangan dunia hingga beberapa lama. Sampai pada suatu hari, dia kembali diserang penyakit. Kondisi badannya terus memburuk hingga sekarat.

Si fulan ini kemudian kembali memerintahkan keluarganya untuk membawakan mushaf. Lantas, dia pun mulai membaca Alquran. "Lalu aku pegang mushaf itu seraya berdoa, 'Ya Allah, demi Allah yang telah menurunkan kitab-Mu yang mulia, mohon sembuhkanlah aku dari penyakitku ini."

Allah masih mendengar doa fulan. Penyakitnya pun kembali disembuhkan. Nyatanya si fulan kembali terjerembap ke jurang dosa. Seperti biasa, dia kembali meminta keluarganya mengambil mushaf. Hanya, matanya kali ini sudah tidak bisa membaca.

Dia kemudian bercerita kepada Manshur. Saat berdoa kepada Allah SWT untuk memohon kesembuhan, tiba-tiba terdengar suara seperti orang memanggil. "Engkau bertobat tatkala engkau sakit dan kembali ke perbuatan dosa saat engkau sembuh. Betapa banyak dia menyelamatkanmu dari kesusahan dan betapa banyak dia menyingkap musibah saat engkau diuji. Tidakkah engkau takut kematian mendatangimu saat engkau bergumul dengan dosa yang kau mainkan?'

Usai mendengar kisah si fulan, Manshur pun keluar dari rumahnya sambil berderai air mata. Belum sampai Manshur tiba di depan rumah, sampailah berita bahwa si fulan telah meninggal dunia. (Dikutip dari buku Taubat dari Dosa yang Tersembunyi karangan Fariq Gazim Anuz).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement