Senin 27 Nov 2017 16:29 WIB

Waspadai Aliran Perusak Mengatasnamakan Kepercayaan

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Agus Yulianto
Demonstrasi menolak paham liberal dan aliran sesat di Jakarta beberapa waktu lalu (Ilustrasi)
Foto: Antara/Ismar Patrizki
Demonstrasi menolak paham liberal dan aliran sesat di Jakarta beberapa waktu lalu (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kepala Kanwil Kemenag DIY, Muhammad Lutfi Hamid mengatakan, suatu kepercayaan memang tidak bisa diingkari sebagai sebuah hukum alam. Tapi, Lutfi menegaskan, walau bukan negara agama manapun Indonesia bukanlah negara sekuler.

Lutfi menerangkan, semua aliran kepercayaan memang boleh hidup di Indonesia. Tapi, untuk agama, Indonesia masih berpihak kepada UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrai Kependudukan yaitu enam agama.

Untuk itu, Lutfi menekankan, kepercayaan bukanlah ranah Kementerian Agama, lantaran itu lebih erat kepada kebudayaan. Meski begitu, dia menegaskan, mereka para pengkhayat kepercayaan harus tetap terfasilitasi dalam masyarakat.

"Persoalannya, tolak ukur kepercayaan itu apa, jangan sampai banyak muncul kelompok-kelompok memakai nama aliran kepercayaan tapi merusak," kata Lutfi saat ditemui di Kanwil Kemenag DIY, Senin (27/11).

Sebab, lanjut Lutfi, belum ada syarat-syarat yang dapat dijadikan patokan untuk menentukan suatu aliran kepercayaan. Termasuk, ketika Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengetuk putusan tentang penghayat kepercayaan.

Sedangkan, untuk agama sudah jelas syarat-syaratnya yaitu ada Tuhan, kitab suci, dan utusan. Enam agama resmi yang ada di Indonesia sendiri yaitu Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Budha, dan Khonghucu.

Selain itu, dia mengingatkan, DIY yang begitu ramah dan terbuka memiliki dampak negatif mudahnya paham-paham masuk. Belum lagi, DI Yogyakarta juga memiliki potensi yang besar sebagai Kota Pelajar.

"Jadi, potensi itu semangat orang-orang yang ingin mentransformasikan pahamnya ke Yogyakarta, dengan harapan dapat disebar (mahasiswa-mahasiswa) ke daerah asal masing-masing," ujar Lutfi.

Hal itu pula yang melatarbelakang Kanwil Kemenag DIY menggandeng berbagai elemen dalam menjaga kerukunan umat beragama di DIY. Mulai dari madrasah, mahasiswa, siswa lintas agama, sekolah lintas iman, dan LSM-LSM yang fokus ke kerukunan.

Tujuannya, kata Lutfi, tidak lain agar tumbuh harmonisasi di tengah-tengah masyarakat DI Yogyakarta. Ada pula agen-agen penjaga kerukunan umat beragama yang berasal dari pegawai-pegawai sipil maupun kontrak Kemenag DIY.

Lutfi menilai, saat ini, anekdot agama tengah memiliki posisi strategis dan seksi dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu. Karenanya, belakangan ada saja yang membenturkan budaya-budaya yang ada dengan agama.

Padahal, dia menegaskan, setiap budaya yang ada di DIY senantiasa memilki nilai spiritualitas agama. Artinya, budaya-budaya di Indonesia tidak sekadar seni, melainkan segala perilaku kekhasan dari masyarakat.

"Agama sedang dibenturkan budaya, ingin budaya seolah dimarjinalkan kekuatan agama, padahal budaya DIY selalu punya spiritualitas, karenanya tidak boleh digariskan antara budaya dan agama," kata Lutfi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement