Kamis 16 Nov 2017 10:33 WIB

Kontribusi Pendidikan Islam untuk Tangkal Radikalisme

Rep: Muhyiddin/ Red: Agus Yulianto
Jelang Pameran Pendidikan Islam Dunia. Dirjen Pendidikan Islam Kemenag Kamaruddin Amin, Setjen Pendidikan Islam Kemenag Isom Yusqi, dan Kabag Data, SI dan Humas Kemenang mizan Syaroni (dari kanan) memberikan konferensi pers terkait Pameran Pendidikan Islam Dunia di Jakarta, Rabu (15/11).
Foto: Republika/ Wihdan
Jelang Pameran Pendidikan Islam Dunia. Dirjen Pendidikan Islam Kemenag Kamaruddin Amin, Setjen Pendidikan Islam Kemenag Isom Yusqi, dan Kabag Data, SI dan Humas Kemenang mizan Syaroni (dari kanan) memberikan konferensi pers terkait Pameran Pendidikan Islam Dunia di Jakarta, Rabu (15/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pendidikan Islam mempunyai kontribusi yang sangat fundamental dalam menangkal radikalisme di Indonesia. Karena, pendidikan Islam selalu mengkonsolidasikan nilai-nilai agama dan demokrasi dalam proses berbangsa dan bernegara.

Dirjen Pendidikan Islam Kementerian Agama (Kemenag) Prof Kamaruddin Amin mengungkapkan, Indonesia saat ini memiliki 600 Pendidikan Tinggi Islam, 75 ribu madrasah tingkat menengah, dan 28 ribu pesantren. Dengan ciri khasnya masing-masing, Pendidikan Islam tersebut mengajarkan pemahaman keagamaan yang moderat di Indonesia.

"Di sinilah Pendidikan Islam menemukan momentumnya di tengah maraknya gempuran gerakan radikalisme global yang berpenetrasi masuk ke lembaga pendidikan kepada masyarakat kita," ujarnya saat ditemui di Gedung Kemenag, Jakarta Pusat, Rabu (16/11).

Melalui Pendidikan Islam, keutuhan pemahaman tentang ajaran Islam yang moderat akan terbangun, sehingga Indonesia tidak menjadi negara konservatif seperti Arab Saudi dan beberapa negara Timur Tengah lainnya. "Misalnya, coba bisa dibayangkan Indonesia ini bisa berpotensi menjadi negara ultra konservatif seperti Saudi, tapi ternyata tidak," ucapnya.

 

Kamaruddin menuturkan, seandainya pengajaran agama di Indonesia dilakukan seperti Arab Saudi atau dengan mendatangkan ulama dari Arab Saudi, maka tidak menutut kemungkinan Indonesia bisa menjadi negara ultra superkonservatif. Namun, kata dia, hal itu tidak akan terjadi selagi ada pendidikan Islam ala Indonesia.

"Itu tidak terjadi karena kita punya benteng lembaga pendidikan yang mengajarkan agama moderat," katanya. Di samping itu, Indonesia juga bisa saja menjadi negara seperti Turki, yang mendatangkan pengajar dari negara-negara sekuler. Namun, Indonesia selama ini tidak menjadi negara sekuler karena ada pendidikan Islam.

Bahkan, kata dia, Indonesia bisa saja menjadi negara teokrasi seperti Iran atau menjadi negara yang sangat ekstrem radikal seperti Pakistan. Namun, dengan Pendidikan Islam, Indonesia mampu menjadi negara demokrasi. "Tapi tidak menjadi sekuler karena kita mempunyai lembaga pendidikan Islam yang menjadi pertahanan yang menjaga merawat keberagaman Indonesia," ujarnya.

"Ini kontribusinya fundamental yang sesungguhnya. Ini yang harus kita rawat dan pertahankan, karena tantangannya semakin besar sehingga butuh juga antisipasi yang lebih canggih," tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement