Senin 13 Nov 2017 19:04 WIB

Fatayat: Peran Dai dan Daiyah Strategis untuk Cegah Stunting

Fatayat NU menyelenggarakan Halaqah Jihad Cegah Stanting di Gedung PBNU Jakarta Pusat, Senin (13/12).
Foto: Dok Fatayat NU
Fatayat NU menyelenggarakan Halaqah Jihad Cegah Stanting di Gedung PBNU Jakarta Pusat, Senin (13/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fatayat NU menyelenggarakan Halaqah Jihad Cegah Stanting di Gedung PBNU Jakarta Pusat, Senin (13/12). Ketua Umum Fatayat NU, Anggia Ermarini, M.KM mengatakan kegiatan ini  dilakukan sebagai bagian dari partisipasi pada program Kampanye Gizi Nasional (KGN).

“Halaqah bertujuan untuk meningkatkan pemahaman para Ulama dan Daiyah terutama di DKI Jakarta tentang pentingnya pencegahan stanting untuk mampu berkontribusi pada program KGN menurunkan angka stanting di Indonesia,” papar Anggia dalam keteranga tertulisnya.

Berdasarkan hasil pemantauan status gizi (PSG) yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan angka kasus stanting di Indonesia masih cukup tinggi.

“Pada tahun 2016 PSG menunjukkan bahwa 27,5% bayi di Indonesia berada dalam status stanting. Hal ini menujukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu Negara dengan kasus stanting tertinggi di asia,” rinci Anggia

Lebih lanjut, isi stanting dalam halaqah masuk menjadi program dan rekomendasi dalam Munas Alim Ulama dan Konferensi Besar (Munas Konbes) NU pada 23-25 November 2017 di NTB.

Peran Fatayat NU peran daiyah, muballigh perempuan dan tokoh masyarakat perempuan sangat strategis untuk terus kampanye tentang gizi pada masyarakat. Karena 1000 hari pertama kehidupan itu adalah cikal bakal atau penentu kualitas kehidupan seorang manusia seumur hidupnya.

Rais Syuriah PBNU, KH. Ahmad Ishomuddin menyampaikan pentingnya jihad (bersungguh-sungguh) dalam upaya pencegahan stanting oleh para Dai dan Daiyah.

“Dalam Islam sudah jelas dipaparkan tentang perintah hidup sehat, mengkonsumsi makanan bergizi, termasuk peran suami yang harus bertanggungjawab untuk menyediakan kecukupan gizi keluarganya” tutur Kiai Ishom.

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) H Robikin Emhas mengatakan,  tugas utama untuk memberantas kemiskinan, termasuk di dalamnya adalah stunting sebagai dampak langsung merupakan dibebankan kepada negara.

"Misalnya di pasal 34 fakir miskin dan anak terlantar," kata Robikin saat membuka Halaqah Alim Ulama dan Da'iyah NU yang diselenggarakan Pimpinan Pusat Fatayat NU.

Hal tersebut, katanya, sebagaimana disebutkan secara jelas dalam Alqur'an. Pertama, memastikan warga negaranya terbebas dari kelaparan, gizi buruk, segala macam penyakit yang bisa ditimbulkan dari kemiskinan. Kedua, memberi jaminan serta perlindungan atas keamanan. Yakni memastikan bahwa setiap warga negara terbebas dari rasa takut. Misalnya rasa takut untuk menyampaikan pendapat.

“Sekarang kan banyak orang yang menyampaikan kebenaran merasa terancam karena digunakan mimbar untuk menebarkan hoaks, untuk memfitnah, untuk hate speech," ujar Robikin.

Halaqah juga menghadirkan Guru Besar dan Ahli Gizi The University of Alma Ata Hamam Hadi, dan DR. Sri Kusumastuti Rahayu (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan /TNP2K).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement