Jumat 10 Nov 2017 08:03 WIB

Peran Indonesia dalam Penyelesaian Konflik Internasional

Rep: Fuji E Permana/ Red: Esthi Maharani
Menlu Retno Marsudi memberikan sambutan disaksikan Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri MUI Muhyiddin Junaidi saat Halaqah dan Diskusi Internasional dengan tema Indonesia dan Kepemimpinan Dalam Dunia Islam di Kantor MUI, Jakarta, Kamis (9/11).
Foto: Republika/Prayogi
Menlu Retno Marsudi memberikan sambutan disaksikan Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri MUI Muhyiddin Junaidi saat Halaqah dan Diskusi Internasional dengan tema Indonesia dan Kepemimpinan Dalam Dunia Islam di Kantor MUI, Jakarta, Kamis (9/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyelenggarakan Halaqah dan Diskusi Internasional yang mengusung tema Indonesia dan Kepemimpinan dalam Dunia Islam di Kantor MUI pada Kamis (9/11). Menteri Luar Negeri (Menlu) RI, Retno LP Marsudi memaparkan peran Indonesia di dunia saat memberikan pidato pembukaan acara Halaqah dan Diskusi Internasional.

Retno mengatakan, Indonesia memiliki Indonesia Islamic Center dan klinik di Kabul, Afghanistan. Klinik itu akan digunakan sebagai distrik hospital di Kabul. Selain itu, Indonesia akan lebih membantu Afganistan untuk membangun perdamaian.

"Isu kedua yang ingin saya sampaikan, kontribusi Indonesia dalam penyelesaian krisis kemanusiaan di Rohingya," kata Retno saat memberikan pidato pembukaan pada acara Halaqah dan Diskusi Internasional di Kantor MUI, Kamis (9/11).

Ia menegaskan, Indonesia negara pertama yang berada di Yangon, Myanmar. Untuk bicara mengenai cara mengatasi krisis di Myanmar. Sampai hari ini Indonesia masih terus melakukan komunikasi dengan banyak pihak. Tujuannya agar Indonesia bisa membantu saudara-saudara etnis Rohingya. Sehingga bisa menjadikan Rakhine menjadi tempat yang baik bagi kehidupan.

Ia juga menyampaikan, setiap helaan nafas diplomasi Indonesia ada isu Palestina. Indonesia tahu jalan yang akan dilalui masih panjang. Tahun lalu Indonesia menyelenggarakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa. Indonesia juga menjadi sponsor utama pertemuan pada tingkat menteri di Istanbul pada saat Al-Aqsha bergejolak akhir-akhir ini.

"Kita juga mendirikan konsulat di Ramallah (Palestina). Walaupun ketika saya ingin kesana dicegah tapi saya tetap berangkat. Akhirnya konsulat kehormatan itu kita tarik ke Amman (Yordania)," ujarnya.

Retno mengungkapkan, pihaknya juga menyambut rekonsiliasi antara Fatah dan Hamas. Saat ini untuk memberikan kontribusi yang lebih konkret, Indonesia sedang membahas pengurangan tarif untuk produk-produk yang dihasilkan oleh Palestina. Hal ini adalah bukti konkret Indonesia memberikan kontribusi dari segi ekonomi.

"Insya Allah waktu itu akan tiba, Palestina merdeka penuh, maka kapasitas dan kemampuan ekonominya sudah tertata dengan baik," ujarnya.

Ia melanjutkan, tahun ini Indonesia akan membuka Bali Democracy Forum di Tunisia. Ini merupakan upaya Indonesia untuk menyebarkan demokrasi. Demokrasi dan Islam sangat bisa berjalan bersama. Meski demokrasi tidak mudah, tapi demokrasi adalah cara terbaik melayani masyarakat.

Menurutnya, tidak ada yang perlu dipertentangkan antara demokrasi dan Islam. Sebagai kesimpulan, wajah Indonesia adalah wajah negara dengan penduduk Muslim paling besar di dunia. Wajah yang damai, toleran dan demokratis.

"Dan wajah inilah yang membuat diplomasi kita dihormati oleh dunia luar. Kalau orang luar mungkin dihargai karena memiliki persenjataan dan ekonomi yang kuat, maka Indonesia dihargai dengan wajah Islam damai, toleran dan demokratis," ungkapnya.

Ia berharap, Halaqah dan Diskusi Internasional yang diselenggarakan MUI dapat memberikan kontribusi bagi penguatan diplomasi Indonesia. Hal ini menurutnya sangat penting sekali karena 67 persen konflik terjadi di negara Muslim. Untuk diketahui, Halaqah dan Diskusi Internasional dihadir oleh perwakilan dari negara Suriah, Iran, Maroko, Turki, Palestina, Arab Saudi, Mesir, Sudan, Taiwan, Thailand, Kuait dan Yordania.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement