Ahad 29 Oct 2017 10:30 WIB

Kisah Jong Islamieten Bond dan Sumpah Pemuda

Pemuda (ilustrasi)
Foto:

Nasionalisme

Pendirian JIB lantas diikuti pembentukan Pemuda Muslimin Indonesia (PMI) pada 1929. Organisasi ini masih di bawah naungan Sarekat Islam dengan fungsi untuk menjaring bakat kepemimpinan sejumlah pemuda Muslim terpilih. Namun, PMI masih kurang populer daripada JIB.

JIB ternyata tidak mengeksklusi paham nasionalisme. Justru, sejumlah tokoh organisasi ini turut memperkenalkan ideologi tersebut ke Tanah Air. Hal itu dilakukan utamanya oleh tokoh-tokoh Muslim yang kembali dari Negeri Belanda setelah lulus kuliah.

Mereka pun cukup berhasil meyakinkan cabang-cabang JIB untuk menerima gagasan nasionalisme sehingga tidak mesti dipertentangkan dengan persatuan Islam. Hal ini antara lain ditunjang kedekatan pribadi maupun keilmuan para pimpinan JIB dengan tokoh-tokoh Muslim yang nasionalis, semisal Bung Hatta.

Corak nasionalisme yang ditawarkan JIB agaknya seturut dengan gagasan yang berkembang di kalangan pelajar Indonesia sejak tahun 1924-1925 di Negeri Belanda. Inisiatornya adalah para pemuda terpelajar Indonesia di perantauan, khususnya aktivis Indische Vereeniging (yang kelak menjadi Perhimpunan Indonesia sejak 1925).

Mereka merumuskan nasionalisme begitu berbeda daripada arahan politik etis. Rumusan itu berbunyi bahwa Indonesia merupakan entitas yang terpisah atau dapat berdaulat daripada Kerajaan Belanda. Inilah benih-benih perjuangan kemerdekaan Indonesia modern.

Salah seorang pemimpin Perhimpunan Indonesia adalah Bung Hatta, yang pada 1927 bersama dengan rekan-rekannya yakni Ali Sastroamidjojo, Nazir Datuk Pamuntjak, serta Madjid Djojohadiningrat, ditangkap polisi Belanda atas tuduhan penghasutan. Di hadapan majelis sidang, Hatta membacakan pidato pembelaan berjudul “Indonesie Vrij” pada Maret 1928.

(Editor: Erdy Nasrul)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement