Jumat 01 Sep 2017 20:28 WIB

Toleransi adalah Sunatullah, Perbedaan adalah Rahmat

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Karta Raharja Ucu
Toleransi (ilustrasi)
Foto: Republika/Prayogi
Toleransi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Pendiri sekaligus Direktur Pondok Pesantren Bali Bina Insani, Ketut Imaduddin Jamal bertindak sebagai khatib dalam pelaksanaan ibadah Shalat Idul Adha di Masjid Agung Sudirman, Kota Denpasar. Dalam ceramahnya, Ketut mengajak umat Muslim mengamalkan Pancasila dalam menghadapi isu-isu radikalisme, pesan kebencian, hoaks, dan intoleransi.

"Radikalisme, pesan kebencian, hoaks, dan intoleransi seakan menjadi isu yang digoreng setiap hari. Ada usaha untuk membenturkan satu agama dengan agama lain, satu suku dengan suku lain," kata Ketut di Denpasar, Jumat (1/9).

Isu-isu tersebut menghancurkan kehidupan berbangsa dan bernegara. Padahal, kata Ketut toleransi adalah hal yang tidak bisa ditawar lagi dalam Islam.

"Toleransi merupakan sunnatullah yang harus dilaksanakan. Islam mengajarkan umatnya menghormati perbedaan," kata Ketut.

Toleransi menghilangkan diskriminasi di tengah kelompok, suku, dan golongan. Islam mengajarkan umatnya untuk menghormati dan membiarkan penganut agama lain melaksanakan ibadah.

Dalam Islam, kata Ketut perbedaan adalah rahmat. Ia mengumpakan indahnya pelangi dan bunga di taman karena rupanya yang berwarna-warni.

Fakta sejarah mencontohkan Nabi Muhammad shalallahu alaihi wassalam dan umat Islam berhubungan harmonis dengan umat Kristen. Utusan Kristen Najran pada masa lalu pernah menjumpai Nabi Muhammad shalallahu alaihi wassalam di Masjid Nabawi. Mereka ingin membuat perjanjian dengan Nabi.

Ketika waktu sembahyang mereka tiba, enam orang utusan Kristen Najran tersebut mohon diri untuk melaksanakan ibadah. Nabi Muhammad shalallahu alaihi wassalam justru melarang mereka pulang dan mempersilakan mereka melaksanakan ibadah di dalam Masjid Nabawi dengan menghadap ke timur.

Itulah cikal bakal Piagam Madinah di mana Nabi Muhammad shalallahu alaihi wassalam memberi perlindungan bagi para pengikut Kristen Najran, gereja-gerejanya, dan kekayaan mereka. Mereka dibebaskan menganut agama dan melaksanakan ibadah sesuai kepercayaan masing-masing.

"Piagam Madinah ini adalah piagam dan konstitusi pertama di dunia yang dibuat Nabi Muhammad SAW bersama umat Kristen," kata Ketut.

Allah subhanahu wa ta'ala mempertegas pluralisme di dalam Surat Al-Kafirun ayat 1-6. Berikut petikan arti surat tersebut:

"Katakanlah hai orang-orang kafir, (1) aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah, (2) dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah, (3) dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, (4) dan kamu tidak pernah menjadi penyembah apa yang aku sembah, (5) untukmu agamamu dan untukku agamaku (6).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement