Senin 14 Aug 2017 17:32 WIB

Sumbar Inisiasi Manfaat Zakat dan Wakaf untuk Usaha Mikro

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Muhammad Fakhruddin
Tradisi wakaf (ilustrasi).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Tradisi wakaf (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,PADANG - Pemerintah Provinsi Sumatra Barat menjembatani pemanfaatan zakat dan wakaf produktif untuk bisa digunakan sebagai modal start up atau usaha mikro kecil (UMK). Selama ini, zakat dan wakaf biasanya hanya tersalurkan untuk sektor konsumtif atau kepada penerima zakat (mustahiq) yang tidak memanfaatkan kembali zakat yang diterima untuk usaha. Di saat yang sama, banyak pengusaha muda yang kebingungan memulai usaha lantaran minimnya pembiayaan. Kredit dari perbankan pun, butuh jaminan yang tak sederhana.

Gubernur Sumatra Barat Irwan Prayitno menilai, pemanfaatan zakat dan wakaf bisa saja disalurkan untuk modal usaha selama penyalurannya tetap mempertimbangkan 8 asnaf atau golongan mustahiq. Irwan menyebutkan, modal kerja menjadi kunci maju atau hidup tidaknya sebuah usaha. Dengan tambahan modal, lanjutnya, usaha dari nol bisa jauh berkembang. Menurutnya, penyaluran zakat produktif bisa membalikkan kondisi seorang mustahiq menjadi muzakki atau pemberi zakat dalam tiga tahun. Periode tiga tahun diyakini menjadi parameter standar untuk menentukan sebuah usaha berkembang.

"Percuma kalau kita bantu orang dengan ilmu saja tanpa ada modal," ujar Irwan dalam seminar pembiayaan zakat dan wakaf produktif yang digelar di Bank Nagari, Senin (14/8).

Irwan kemudian merestui dibentuknya "Minang Trust Fund" sebuah fasilitas untuk mendekatkan antara pemberi zakat dan penerima zakat. Hanya saja, ia mewaknti-wanti agar pembentukan trust fund ini tidka berujung pada pengelolaan pembiayaan karena hal tersebut butuh izin dan badan hukum resmi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

"Intinya modal. Saya diskusi dengan Bank Nagari, coba terus bantu ini, produktif pembiayaan jangan konsumtif," katanya.

Selama ini, 90 persen penerimaan zakat yang dikelola Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) berasal dari Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota di Sumatra Barat. Dengan adanya pembentukan Minang Trust Fund diharapkan akan ada sumber-sumber zakat lainnya yang bisa masuk ke dalam pembiayaan usaha mikro kecil di Sumatra Barat.

Pemerintah Sumbar mencatat, selama ini memang ada ketimpangan penyaluran kredit antara usaha mikro kecil (UMK) dan usaha menengah besar (UMB). Jumlah UMK di Sumatra Barat saja yang mencapai 584,8 ribu usaha atau 98,6 persen dari seluruh jenis usaha di provinsi hanya mendapat kredit Rp 16,3 triliun. Sementara UMB yang jumlahnya jauh lebih sedikit, yakni 8.300 unit UMB atau 1,4 persen dari total usaha di Sumbar justru mendapat kucuran kredit hingga 36 triliun. Bila diperhatikan, memang ada ketimpangan antara UMK dan UMB di Sumatra Barat dalam hal penyaluran kredit.

Irwan menambahkan, UMK harus menjadi fokus dalam pembiayaan di Sumatra Barat lantaran golongan ini yang bisa berpengaruh dalam menekan angka kemiskinan dan ketimpangan ekonomi di Sumbar. Jumlah pengusaha di Sumatra Barat sendiri masih di bawah 2 persen dari total penduduk. Menurutnya, dengan penyaluran pembiayaan yang menyentuh para mustahiq di level bawah, maka derajat ekonomi mereka akan terangkat dan lapangan kerja baru bisa tercipat. Hal ini perlahan bisa mengurangi celah ketimpangan Sumatra Barat.

Irwan meminta, perbankan bisa mempermudah penyaluran kredit khususnya bagi anggota Minangkabau Bussiness School and Entepreneurship (MBS-EC) yang dibentuk atas inisiatif pemprov dan akademisi. Menurutnya, perbankan bisa membantu dalam penghimpunan dana zakat dan wakaf agar bisa disalurkan ke sektor produktif.

Direktur Utama Bank Nagari Dedy Ihsan menyebutkan, pihak perbankan bisa saja terlibat secara aktif dalam penghimpunan dana zakat ini. Ia berkaca dari Aceh, yang sempat memberlakukan kebijakan penyaluran zakat produktif kepada mantan anggota GAM. Zakat tersebut lantas digunakan sebagai modal awal untuk membangun usahanya. Terbukti, kebijakan penyaluran zakat produktif yang tepat sasaran bisa mengangkat ekonomi masyarakat dan menambah lapangan kerja.

"Semoga ke depan kami dilibatkan dan terpenting mustahiq ini ada prediksi dalam 5 tahun sudah bisa menjadi muzakki. Kalau tdiak berarti kita gagal. Sehingga uang yang kita berikan ke mustahiq, dia akan kembali. Sama dengan dana bergulir namun waktunya 3 tahun, dengan prediksi bisnis sudah mulai tumbuh," jelas Dedy.

Kepala Perwakilan OJK Sumatra Barat Indra Yuheri menambahkan, potensi penghimpunan zakat di Sumatra Barat sangat besar. Dengan jumlah penduduk muslim yang nyaris 99 persen dari total penduduk, maka Sumatra Barat bisa saja menghimpun zakat untuk disalurkan kepada mustahiq yang ingin berwirausaha. Bahkan, Indra juga menyinggung soal potensi penghimpunan zakat dari orang Minang yang sedang merantau. OJK memproyeksikan, potensi zakat dari perantau Minang bisa lima kali lebih besar dibanding potensi zakat di Sumbar sendiri.

"namun yang harus diingat, kalau dana zakat dan wakaf dikumpulkan melalui tust fund, maka di depan pemberi wakaf harus menentukan dia mau membeli kepada siapa," katanya.

Ia mengingatkan agar MBS-EC tidak bis amenjadi pengelola dana karena itu akan menyalahi aturan. Keberadaan trust fund, lanjutnya, hanya sekadar menjadi penyalur zakat antara muzakki dan mustahiq, tidak lebih.

"Karena izin harus ada, karena jangan sampai ada risiko dari sisi pemilik dana, kecualai dana itu sudah diserahkan kepada MBSEC dia harus berubah menjadi perusahaan pembiayaan," katanya.

Dalam kesempatan ini, Pemerintah Provinsi Sumatra Barat, MBS-EC, dan Bank Nagari menandatangani kesepakatan untuk merumuskan skema pembiayaan zakat dan wakaf produktif kepada para calon pengusaha.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement