Jumat 21 Jul 2017 15:00 WIB

Memelihara Hidayah

Rep: Ahmad Islamy Jamil/ Red: Agung Sasongko
Belajar bersyukur (Ilustrasi)
Foto: Youtube
Belajar bersyukur (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hidayah adalah nikmat tidak ternilai yang diberikan Allah SWT kepada para hamba yang dikehendaki-Nya. Karena itu, orang-orang yang memperoleh hidayah sudah sepantasnya mensyukuri dan memelihara nikmat tersebut sebaik mungkin.

Pertanyaannya, bagaimana caranya kita memelihara hidayah yang diberikan Allah kepada kita? Topik itulah yang menjadi fokus pembahasan Dr Syafiq Riza Basalamah dalam kajian Islam yang digelar di Masjid Nurul Iman Blok M Square, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (17/7).

Melalui kesempatan tersebut, dai lulusan Universitas Islam Madinah itu mengutarakan, hidayah atau petunjuk sejatinya menjadi sesuatu yang sangat didambakan oleh setiap Muslim. Hal itu ditunjukkan dengan bacaan surah al- Fatihah yang selalu diulang-ulang oleh umat Islam di dalam shalat mereka. Di antara bacaan itu berbunyi "ihdina ashshiraata al-mustaqiim" yang berarti "tunjukkanlah kami jalan yang lurus". "Kita terus membaca kalimat itu setiap hari. Artinya, kita tidak boleh bosan mengharapkan datangnya hidayah atau petunjuk dari Allah SWT," ujar Ustaz Syafiq.

Dia mengatakan, salah satu tanda seorang hamba mendapat hidayah dari Allah SWT adalah perilakunya berubah menjadi lebih baik dari waktu-waktu sebelumnya. Dari yang tadinya enggan mengerjakan shalat fardu, kini menjadi rajin menunaikan ibadah tersebut secara berjamaah di masjid. Dari yang tadinya malas membaca Alquran, kini menjadi rutin membaca kitab suci setiap hari.

Namun demikian, kata Ustaz Syafiq, sebagai manusia kita tidak boleh merasa cepat puas dengan amalan-amalan baik yang kita kerjakan. Mengapa demikian? Sebab, setan tidak akan pernah putus asa untuk menyesatkan manusia. "Bu kan berarti orang yang sudah rajin datang ke masjid, setan akan berhenti godain dia. Enggak, enggak begitu. Malah setan yang akan menggodanya lebih hebat lagi dari setan-setan sebelumnya," ucapnya.

Dia menuturkan, salah satu cara setan menggoda orang-orang yang rajin beribadah adalah dengan menghadirkan rasa ujub, sombong, atau riya di dalam hati mereka. Tidak hanya itu, setan juga akan membujuk manusia untuk mela kukan dosa-dosa yang acap kali tidak mereka sadari seperti gibah (bergunjing). "Tidak sedikit orang yang rajin datang ke masjid, tapi masih suka gibah," kata Ustaz Syafiq.

Dia menjelaskan, Allah SWT bisa saja membolak-balikkan hati manusia se waktu-waktu. Oleh karena itu, kata dia, seorang Muslim tidak boleh berhenti berdoa meminta hidayah kepada Allah agar senantiasa terhindar dari dosa dan segala bentuk kesesatan.

Dalam satu hadis, Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya hati semua manusia itu berada di antara dua jari dari sekian jari Allah Yang Maha Pemurah. Allah akan membolak-balikkan hati manusia menurut kehendak-Nya." Se telah itu, Rasulullah SAW berdoa: "Ya Allah, Dzat yang membolak-balikkan hati, palingkanlah hati kami kepada ketaatan beribadah kepada-Mu!" (HR Muslim No 4798).

Ustaz Syafiq mengungkapkan, tergelincirnya seseorang ke dalam dosa setelah mendapat petunjuk dari Allah bukan suatu hal yang mustahil terjadi. Dalam Alquran surah al-A'raf ayat 175- 177, Allah SWT mengisahkan, ada orang yang telah diberikan-Nya petunjuk tentang agama, tapi orang itu diikuti oleh setan hingga ia pun tersesat.

Sebagian besar kalangan mufasir berpendapat, orang yang dikisahkan Allah tersebut adalah Bal'am bin Ba'ura. Dia seorang alim dari kalangan Bani Israil yang doanya mustajab. Apa pun yang dia minta dalam doanya, Allah mengabulkannya. Namun, dia akhirnya tergelincir oleh bujukan dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah. Di ujung hayatnya, Bal'am meninggal dalam keadaan suul khatimah.

Menurut Ustaz Syafiq, kisah di atas menunjukkan, proses spiritual yang dialami seseorang selama hidupnya memang penting. Akan tetapi, yang jauh lebih penting lagi dari itu adalah akhir dari hidup manusia: meninggal dunia dalam kondisi husnul khatimah atau suul khatimah.

Begitu pula halnya dengan hidayah. Ia bisa saja menjadi bagian dari proses dalam kehidupan manusia. Namun, sikap istiqamah kita dalam memelihara hidayah itu jualah yang pada akhirnya menentukan hasil yang akan kita petik di akhirat kelak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement