Sabtu 08 Jul 2017 18:46 WIB

Syafii Maarif: Materi Sejarah Mampu Mengikis Intoleransi

Rep: Agus Yulianto/ Red: Agus Yulianto
Syafii Maarif
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Syafii Maarif

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah, Syafii Maarif memandang, materi-materi sejarah mampu mengikis sikap intoleransi dan radikalisme serta memperluas cara pandang siswa, jika disampaikan dengan metode yang tepat.

"Cukup efektif karena sejarah itu sumber informasi tentang manusia yang tidak akan pernah habis digali," kata Syafii di sela acara sarasehan Guru Sejarah bertajuk "Guru Sejarah Pengawal NKRI, Menangkal Intoleransi, dan Radikalisme dari Ruang Kelas" di Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, Sabtu (8/7).

Dia mengatakan, dengan berpijak pada sumber-sumber pengalaman bangsa dan kemanusiaan, sejatinya materi-materi sejarah mampu mencerahkan kehidupan bangsa, termasuk menepis masuknya paham-paham radikal dan intoleransi. Kendati demikian, kata Syafii, materi itu bisa memiliki fungsi demikian hanya bila disampaikan oleh guru atau dosen dengan metode yang tepat.

Guru sejarah, kata dia, dalam sarasehan dengan moderator alumnus Jurusan Pendidikan Sejarah Angkatan 1985 Sanata Dharma Y.B. Murdiana itu, harus betul-betul memahami substansi materi sejarah dengan model penyampaian yang tidak kering. "Sejarah baru punya makna kalau guru-guru sejarah betul-betul memahami dan menghayati persoalan," katanya.

 

Agar materi tidak sekadar terkesan tekstual yang kering, Syafii menyarankan, guru sejarah memiliki wawasan yang luas dengan menguasai bidang-bidang pengetahuan yang lain, seperti antropoligi, sastra, serta filsafat. "Ibarat orang berenang jangan hanya berenang di permukaan, tetapi juga menyelam ke bawah sehingga mengetahui hakikat sejarah dan hakikat kemanusiaan," kata Syafii yang pernah mengenyam Jurusan Sejarah di Universitas Cokroaminoto Surakarta itu.

Pengajar Sejarah Universitas Sanata Dharma Anton Haryono mengakui materi sejarah, khususnya sejarah nasional, efektif menumbuhkan semangat kebangsaan dan nasionalisme siswa.  "Materi itu memang muaranya bertujuan membangun semangat kebangsaan siswa," kata dia.

Meski demikian, Anton juga berharap, materi sejarah tidak lagi sekadar disampaikan seperti pidato atau ceramah.  Materi sejarah, ujarnya dalam sarasehan dengan pembicara lainnya sejarawan Universitas Sanata Dharma Romo Baskara T. Wardaya itu, harus disampaikan secara komunikatif dua arah, serta mampu disesuaikan dengan konteks saat ini. "Kalau sekarang siswa cenderung apriori terhadap materi sejarah, itu tergantung model pengajarannya," kata dia.

sumber : Agency
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement