Jumat 19 May 2017 16:30 WIB
Belajar Kitab

Kaligrafi Islam Bukan Hanya Berbicara Estetika Tulisan

Ilustrasi Kitab Kuning
Foto: Republika/Prayogi
Ilustrasi Kitab Kuning

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kaligrafi disebut sebagai seninya seni Islam, yakni suatu kualifikasi dan penilaian yang menggambarkan kedalaman makna dengan esensinya berasal dari keseluruhan nilai dan konsep keimanan.

Poin inilah yang menjadi catatan penting bagi seorang pakar kaligrafi Islam Indonesia, Didin Sirajuddin AR. Didin Sirajuddin dikenal sebagai seorang master kaligrafi di Indonesia. Ia telah memenangkan sejumlah perlombaan menulis indah. Ia memiliki perhatian yang sangat besar bagi perkembangan dunia kaligrafi di Indonesia.

Untuk itu, ia mendirikan sebuah lembaga pendidikan kaligrafi yang bernama Pondok Pesantren Kaligrafi Alquran, Lemka, di Sukabumi, Jawa Barat. Melalui lembaga ini, Didin berharap, akan lahir para penulis kaligrafi yang andal di masa depan.

Sebagai orang yang mengerti betul seluk-beluk dunia kaligrafi, Didin berharap, para calon ataupun yang sudah mahir dalam menulis kaligrafi untuk senantiasa meningkatkan kualitas dirinya dengan banyak belajar dan terus belajar. Ia pun menyampaikan sejumlah saran (lebih tepatnya nasihat) kepada calon dan mereka yang sudah mahir menulis kaligrafi tersebut.

Nasihat-nasihat itu tertuang dalam kitabnya yang berjudul Majmuat Al-Mawad min Anwa’ Al-Mashadir fi Nashaih Al-Khaththathin (Kumpulan Nasihat bagi Penulis Kaligrafi). Di dalam kitab Nashaih Al-Khaththathin ini, Didin Sirajuddin menjelaskan bagaimana seharusnya seorang penulis kaligrafi memaknai atau merefleksikan karya-karyanya sesuai dengan tuntunan agama Islam. Karena itu, dalam kitab Nashaih Al-Khaththathin, yang terpenting adalah seorang kaligrafi tahu etika dalam menulis kaligrafi.

Kitab ini, walaupun tampak sederhana, mempunyai fungsi dan peranan yang cukup penting bagi para penulis kaligrafi. Hal ini terutama dalam membentuk karakter seorang penulis kaligrafi yang mampu menghasilkan karya seni bernilai tinggi dan memiliki integritas spiritual yang mumpuni.

Didin Sirajuddin AR mendedikasikan secara khusus kitabnya ini bagi para santri yang belajar di pesantrennya tersebut. Secara umum, Didin berharap, kitab yang rampung ditulisnya pada 23 Juni 2009 atau bertepatan pada 29 Rabiul Akhir 1430 H itu memberikan inspirasi berharga bagi para pegiat seni tulis indah Islam di Tanah Air.

Kaligrafi Islam bukan hanya berbicara tentang estetika tulisan, tetapi ada yang lebih penting dari itu, yakni penanaman akhlak yang mulia bagi kaligrafer atau penulis kaligrafi, ujar Didin Sirajuddin yang juga staf pengajar di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Kitab Nashaih Al-Khaththathin ini bukanlah entri baru yang menulis seluk-beluk dunia kaligrafi dalam bahasa Arab. Sejumlah penulis Timur Tengah telah lebih dahulu mengarang kitab seputar seni kaligrafi, di antaranya Al-Lauhat Al-Khaththiyyah fi Al-Fanni Al-Islami karya Muhammad bin Said Syarifi dan Ushul Al-Khath Al-Arabi yang dikarang oleh Salman Al-Jaburi.

Namun, memang tidak fair jika membandingkan kitab Nashaih Al-Khaththathin dengan kitab-kitab tersebut. Hal ini mengingat kitab tersebut merupakan hasil karya seorang ‘ajam alias non-Arab. Tentu ini menjadi prestasi tersendiri bagi Didin Sirajuddin. Boleh dibilang, Nashaih Al-Khaththathin adalah kitab pribumi pertama dan satu-satunya yang secara khusus menulis kiat praktis, adab, dan etika bagi seorang kaligrafer.

Terlebih, kitab Nashaih Al-Khaththathin ini sama sekali tidak membahas contoh-contoh penulisan dengan beragam style kaligrafi, layaknya buku-buku yang banyak beredar di pasaran. Sebab, bagi Didin, yang terpenting adalah bagaimana menanamkan etika dan moral bagi penulis kaligrafi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement