Jumat 05 May 2017 04:13 WIB

Demi Masa dan Apa Itu Hakikat Bhinneka Tunggal Ika?

Anggota Pramuka Penegak melihat Burung Garuda saat berziarah ke makam pahlawan Kalibata, Jakarta Selata
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Anggota Pramuka Penegak melihat Burung Garuda saat berziarah ke makam pahlawan Kalibata, Jakarta Selata

Oleh: DR 
Iswandi Syahputra*

Bersyukurlah umat beragama di Indonesia. Usai azan Subuh, dapat mendengar lonceng dari gereja. Di sejumlah tempat ibadah umat Buddha atau tempat pejamuan yang ada di rumah, sejumlah perangkat ibadah menebar aroma khas dari dupa yang dibakar tanpa ada yang terganggu dan mencerca.

Di sejumlah negara seperti Eropa, sulit mendengar kumandang azan dari menara mesjid. Di China konon bayi dilarang diberi nama muslim. Di Myanmar umat muslim malah diburu hingga binasa.Indonesia berbeda suku bangsa dan agama, tapi saling menghormati, mengasihi dan menjaga sesama. Itulah Indonesia yang damai dan bahagia.

Hingga suatu saat, muncul insiden Al-Maidah...

Sahabat, bagi yang merasa tidak terhina, tidak mengapa karena ini soal rasa beragama. Ada sebagian besar umat muslim Indonesia merasa kitab sucinya dihina. Ini fakta, jangan bilang rekayasa. Dari sana masalah bermula, bukan soal Pilkada apalagi papan bunga. Bukan...

Terlalu murah harganya jika karena Pilkada jutaan manusia tergerak hatinya berkumpul bersama di Jakarta. Bukan cuma sekali, tapi berkali-kali. Untuk apa? Untuk merawat kebersamaan kita, menjaga kebhinnekaan kita, menghormati perbedaan kita. Sebab, kebersamaan dalam kebhinnekaan dan perbedaan hanya bisa terselenggara hanya jika kita saling menghormati sesama.

Bukalah mata, lihatlah di sekitar kita, apa yang terjadi? Muncul penghina-penghina agama baru. Keburukan itu demikian cepat menular dan menyebar. Saat ini, bangunan kebhinnekaan kita lagi diuji oleh suatu masa dimana di dalamnya muncul banyak penghina agama. Tentu ini tidak baik bagi kita semua dan bagi anak cucu kita kelak.

Anak cucu kita, usia mereka saat ini memang masih belia. Tapi mereka bisa belajar dari apa yang kita lakukan sekarang. Itu akan tersimpan dan terpendam untuk kemudian bisa saja muncul kembali suatu saat nanti. Oleh sebab itu, siapapun yang menghina agama adalah musuh masa depan anak cucu kita, musuh bagi kita manusia yang beragama. Jangan wariskan masalah ini untuk masa depan mereka, mereka anak cucu kita.

Atas nama kebhinnekaan dan perbedaan yang kita nikmati bersama, tentu kita berharap hukum bisa berdiri tegak dengan memberi keadilan yang setimpal bagi siapa saja yang menista agama apa saja.

Demi masa depan Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika!

*DR Iswandi Syahputra, Pengajar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement