Selasa 02 May 2017 01:59 WIB

Gaet Wisatawan Muslim, Korea Gencar Bangun Mushala dan Restoran Halal

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Agung Sasongko
Muslim di Korea melangkah ke;uar dari salah satu masjid di Seoul.
Foto: EPA
Muslim di Korea melangkah ke;uar dari salah satu masjid di Seoul.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Pemerintah Korea berambisi menarik 1,2 juta turis Muslim tahun ini atau 20 persen lebih banyak daripada jumlah yang datang ke Korea tahun lalu.

Untuk mencapai itu, pemerintah telah mengakui permasalahan infrastruktur menjadi salah satu masalah utama, sehingga direncanakan pemerintah Korea akan memperluas layanan bagi pengunjung Muslim.

Pada 12 April 2017, Organisasi Pariwisata Korea mengatakan akan meningkatkan jumlah restoran bagi Muslim, dari 135 menjadi 170 di tahun ini. 135 restoran saat ini mencakup 13 restoran halal yang disertifikasi oleh Federasi Muslim Korea dan 13 lokasi bersertifikat mandiri lainnya dimana pemilik dan kokinya beragama Islam. Restoran yang disetujui harus menawarkan menu halal, namun tetap bisa menjual minuman beralkohol juga.

Organisasi Pariwisata Korea berencana untuk mempromosikan restoran yang menyediakan makanan halal lebih banyak lagi dengan memperpanjang acara "Halal Restaurant Week". Program tersebut, mulai berjalan sejak tahun lalu. Selama acara berlangsung,  restoran akan menawarkan potongan harga khusus dan contoh makanan halal, perpaduan tradisional dan Korea.

Selain itu untuk ruang shalat, organisasi pariwisata mengatakan akan mendukung pemerintah daerah dan institusi publik dalam menambahkan 15 ruang sholat lagi di lokasi-lokasi wisata nasional. Tempat ibadah, akan dilengkapi dengan sajadah dan kompas yang menunjukkan arah Makkah.

Pemerintah daerah sangat ingin menarik pengunjung Muslim dan meningkatkan pariwisata di wilayah mereka. Distrik Yongsan, akan merilis peta restoran halal dan ruang shalat tersendiri yang terletak di distrik tersebut. Peta kemungkinan akan keluar pada bulan Juni.

Tiga wilayah metropolitan di ujung tenggara Korea, yakni Ulsan, Busan dan Gyeongsang Selatan, telah bekerja sama dengan kantor Organisasi Pariwisata Korea untuk menarik lebih banyak pengunjung Muslim ke daerah tersebut.

Ketiga pemerintah daerah tersebut akan bekerja sama dengan agen perjalanan Indonesia dan merancang paket wisata yang melayani umat Islam Indonesia. Negara tersebut merupakan mayoritas Muslim terbesar di dunia: sekitar 85 persen penduduknya, sekitar 210 juta orang, beragama Islam. Pemerintah daerah ketiga tempat itu juga mendirikan lebih banyak restoran dan ruang sholat Muslim.

Namun, Seo Jeong-min, seorang profesor studi Timur Tengah dan Afrika di Universitas Luar Negeri Hankuk, percaya bahwa pergeseran pola pikir yang lebih mendalam dan mendasar diperlukan untuk mengatasi kurangnya infrastruktur ramah-Muslim di Korea.

"Akar masalahnya adalah mentalitas kita terhadap budaya Islam. Di Korea, debat publik dan liputan media tentang halal sangat menyoroti aspek religiusnya. Namun, halal hanyalah cara hidup lain yang berbeda dengan kita. Bagi umat Islam, itu berarti makanan disiapkan dengan cara yang lebih bersih," Kata Seo.

Pada bulan Januari, Kementerian Pertanian, Pangan dan Urusan Pedesaan membatalkan rencana untuk mendirikan rumah pemotongan hewan halal, dengan alasan permintaan rendah. Beberapa organisasi Kristen dan kelompok hak-hak binatang juga menyuarakan penolakkan terhadap rencana tersebut.

Menanggapi hal tersebut, Seo mengatakan, kurangnya rumah potong halal yang layak, dan masalahnya bisa dengan mudah dipecahkan dengan mempekerjakan lebih banyak pekerja Muslim. "Sangat menyedihkan melihat mengapa orang menganggapnya sebagai tugas yang sulit," katanya.

Seo berpendapat bahwa perusahaan Korea tidak bisa mengabaikan potensi pasar Muslim. Seo menjelaskan, Muslim adalah populasi yang berkembang di dunia, dan kekuatan ekonominya meningkat juga. "Perusahaan Korea ragu untuk mengalihkan fasilitas manufaktur mereka ke halal karena masalah biaya, namun pendapat saya adalah jika mereka ingin memperluas bisnis ke tingkat global di masa depan, halal ramah bukan pilihan tapi harus," kata Seo.

Ketua Forum Halal-Biz di bawah Federasi Korea UKM, Yoon Yeo-doo mengatakan, Perusahaan dan penyedia layanan Korea menganggap produk makanan halal sulit dan rumit. Karena mereka mengidentifikasi halal sebagai sertifikasi yang berbeda menurut negara dan memerlukan prosedur tertentu untuk mendapatkan.

"Namun jika perusahaan Korea menganggap halal hanya sebagai sesuatu yang 'diperbolehkan' bagi umat Islam, seperti juga arti harfiahnya, mereka dapat dengan mudah mendekati industri ini dengan menawarkan apa yang dapat dikonsumsi, dipakai dan digunakan oleh umat Islam," kata Yoon.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement