Selasa 14 Mar 2017 09:33 WIB

Cina Sebut Ekstremis Islam Berdiam di Sana

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Agus Yulianto
Militer Cina dikerahkan untuk mengawasi aktivitas Muslim di Xinjiang.
Militer Cina dikerahkan untuk mengawasi aktivitas Muslim di Xinjiang.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Petinggi Partai Komunis Cina menyebut ekstrimis Islam berdiam di Negeri Tirai Bambu itu. Petinggi sebuah partai komunis dari daerah dominan Muslim di Cina memperingatkan para pemimpin politik bahwa Cina akan mengalami distabilitas oleh situasi antiteror internasional.

Sejak beberapa tahun lalu, Cina juga sudah menampakkan sikap represif terhadap kelompok etnis dan agama minoritas. Sementara Wilayah Otonomi Uyghur Xinjiang sudah menjadi sasaran wilayah yang harus diawasi dengan patroli polisi ditambah meningkatnya aksi yang menyalah-nyalahkan Islam.

Petinggi Partai Komunis Cina, Shaerheti Ahan mempertingatkan, ekstrimis Islam tengah menyebar di Xinjiang dalam National People's Congress di Beijing bulan ini. Ia menyebut, aktivitas teroris masih aktif di Xinjiang karena ada pengaruh teroris internasional, demikian dilansir Daily Mail, Senin (13/3).

Meski begitu, Ahan juga memastikan kondisi masyarakat di Xinjiang dalam keadaan stabil. Ahan yang merupakan keturunan entis Kazakh merupakan anggota komite Partai Komunis Cina di Xinjiang dan menjabat sebagai deputi sekretaris Komisi Politik dan Hukum di Xinjiang.

Kepala Wilayah Otonomi Uyghur Xinjiang Shoret Zakir mengatakan, bahwa Xinjiang akan meneruskan program stabilitas sosial dan stabilitas jangka panjang. Namun, para warga mempertanyakan klaim jaringan teror sudah masuk ke Cina.

Perjabat Wilayah Otonomi Hui Ningxia juga menyampaikan peringatan serupa soal munculnya gerakan Islam ekstrim di wilayah yang didominasi Muslim Hui itu. Sekretaris Partai Komunis Ningxia Li Jianguo bahkan membandingkan kebijakan Donald Trump dalam penjelasannya. ''ISIS mendorong jihad, teror, dan kekerasan. Itu sebabnya Trump melarang Muslim masuk AS,'' kata Li.

Meski kebijakan anti-Muslim ini kepentingan AS atau demi menciptakan stabilitas, lanjut Li, kebijakan ini intinya mencegah ekstrimis masuk ke dalam kultur AS.

Pengamat Islam di Cina, Mohammed al-Sudairi, mengatakan, komentar para politisi ini mencerminkan meningkatnya retorika anti-Islam yang sudah bergulir sejak beberapa tahun belakangan di Beijing. ''Ada tren Islam dilihat sebagai masalah di Cina,'' kata Al-Sudairi.

Menurutunya, Xi Jinping sudah mulai lelah melihat partai penguasa berkurang cengkramannya akan agama saat ia mulai menjadi orang nomor satu di Cina. Al-Sudairi melihat, ke depan Cina tak akan melunak soal ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement