Selasa 07 Mar 2017 17:02 WIB

Masuk Delapan Jam, Siswa Terancam Tidak Jumatan

Rep: Ahmad Baraas/ Red: Agus Yulianto
 Ustadz Ahmad Mukti Aryo menyampaikan kutbah jumat saat menjadi khatib dalam Shalat Jumat (Ilustrasi)
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Ustadz Ahmad Mukti Aryo menyampaikan kutbah jumat saat menjadi khatib dalam Shalat Jumat (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,  DENPASAR -- Kewajiban guru mengajar selama delapan jam, dikhawatirkan berdampak pada para siswa. Di daerah-daerah, dimana umat Islam menjadi minoritas, dikhawatirkan mereka tidak dapat melaksanakan shalat Jumat. "Mereka kan harus belajar juga sampai jam 14.00, termasuk di hari Jumat, sehingga tidak bisa jumatan," kata guru agama Islam pada sebuah sekolah negeri Denpasar, Bali, Jawas Sokan, kepada Republika, kemarin.

Jawas mengemukakan, dalam pembahasan yang dilakukan di sekolahnya, belum ada ketentuan yang mengatur, bagaimana siswa yang beragama Islam, juga guru-guru yang beragama Islam. "Apakah mereka boleh keluar untuk Jumatan saat jam kantor atau jam masuk sekolah. Karena mereka kan harus belajar hingga 14.00 Wita," katanya.

Jawas mengingatkan, agar pihak Kementerian memperhatikan hal tersebut. Jangan sampai, kata dia, keinginan membangun siswa dengan mengevektifkan jam belajar, justru yang terjadi anak-anak malah tidak bisa melaksanakan shalat Jumat.

Jawas juga mengkhawatirkan guru-guru yang beragama Islam. Apakah ada ketentuan khusus sebutnya, yang sedikit lebih longgar, dengan memberikan dispensasi kepada guru beragama Islam untuk melaksanakan shalat Jumat. "Kalau ini tidak diatur dari pusat, bukan mustahil, para guru dan para siswa tidak bisa melaksanakan shalat Jumat," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement