Ahad 05 Feb 2017 18:54 WIB

Pusat Kajian Halal ITB Sudah Bisa Digunakan Secara Luas

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Agus Yulianto
Menteri Pariwisata Republik Indonesia Arief Yahya pada 'Seminar Internasional Parawisata Halal' di Kampus ITB, Kota Bandung (Ilustrasi) (Republika/Edi Yusuf)
Foto: Republika/Edi Yusuf
Menteri Pariwisata Republik Indonesia Arief Yahya pada 'Seminar Internasional Parawisata Halal' di Kampus ITB, Kota Bandung (Ilustrasi) (Republika/Edi Yusuf)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Pusat Kajian Halal ITB, Prof Tati Suryati Syamsudin Subahar, menuturkan siapa saja bisa mengajukan penelitian di Pusat Kajian Halal. Tapi, ia menekankan, fokus utama tentu LPPOM MUI jika memerlukan penelitian lebih jauh atau scientific.

"Utamanya memang bantuan bagi BP JPH, atau selama ini LPPOM MUI," kata Tati kepada Republika, Ahad (5/2).

Dikatakan Tati, pada awalnya lingkungan ITB memang jadi yang paling sering mengajukan penelitian, seperti Masjid Salman ITB. Tapi, seiring berjalannya waktu, penelitian memang telah dilakukan secara luas, tentu bertujuan memaksimalkan kemampuan yang ada.

Hal ini sejalan dengan keinginan Menteri Pariwisata, Arief Yahya, yang meminta ITB menjadi pusat kajian wisata halal di Indonesia. Permintaan itu tentu saja berhubungan erat dengan hasrat pemerintah, menjadikan Indonesia pusat wisata halal dunia.

Untuk fasilitas, Tati mengambil contoh bidang farmasi, dimana Pusat Kajian Halal ITB sudah memiliki laboratorium untuk pemeriksaan obat-obatan halal. Selain itu, Kepala Laboratorium Pusat Kajian Halal pun sering jadi narasumber di LPPOM MUI Jawa Barat.

"Pusat Kajian Halal turut mengkoordinasi semua bidang-bidang keilmuwan di ITB seperti nano, mikrobiologi, kimia atau pariwisata, yang terkait kebutuhan yang bisa disumbangkan kepada proses produk halal," ujar Tati.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement