Sabtu 21 Jan 2017 07:59 WIB

Sarekat Islam, Kain Kafan Muhammadiyah: Tauhid Sukarno dan The Glory of Islam

Sukarno naik haji pada tahun 1955.
Foto:
Sukarno dan H Agus Salim di Brastagi.

Pemahamannya tentang Islam, baru berkembang setelah bersekolah di HBS (Hoogore Burger School) Surabaya. Saat itu ia indekos di rumah HOS Tjokroaminoto, Ketua Sarekat Islam. Tjokroaminoto merupakan sahabat dari ayahnya.

Dari HOS Tjokroaminoto, bukan pengetahuan agama yang bersifat dogmatis teologis. Melainkan pemikiran-pemikiran Islam yang berhubungan dengan paham kebangsaan dan sosialisme. Jadi lebih berhubungan masalah sosiologi politik.

Meski memimpin organisasi Serikat Islam, HOS Tjokroaminoto memang bukan seorang ‘guru agama’. Tjokro seorang pemimpin pergerakan kebangsaan yang dikemas dengan identitas Islam.

Sukarno menyerap ide-ide pembaruan dalam Islam yang diusung oleh gerakan Muhammadiyah. Ia memperolehnya melalui ceramah-ceramah KH Ahmad Dahlan. “Sejak umur 15 tahun, saat berdiam di rumah Tjokroaminoto, saya telah terpukau dengan KH Ahmad Dahlan,” kata Sukarno.

Pada 1938, Bung Karno secara resmi menjadi anggota Perserikatan Muhammadiyah. Bahkan di depan Muktamar Muhammadiyah, pada 1962, ia berdoa agar bisa dikubur dengan bendera Muhamadiyah di kain kafannya.

Secara tersirat Bung Karno mengumumkan bahwa dirinya adalah Islam modernis dan Islam moderat yang merindukan Glory of Islam (kebesaran/kejayaan Islam).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement