Kamis 08 Dec 2016 16:17 WIB

Aturan Gunakan Atribut Natal Bertentangan dengan Semangat Toleransi

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Agung Sasongko
Cendekiawan Muslim Didin Hafidhudin memberikan tausyiah saat mengikuti silaturahmi akbar dengan tema  Doa untuk Kepemimpinan Ibukota di Masjid Istiqlal, Jakarta, Ahad (18/9). (Republika/ Raisan Al Farisi)
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Cendekiawan Muslim Didin Hafidhudin memberikan tausyiah saat mengikuti silaturahmi akbar dengan tema Doa untuk Kepemimpinan Ibukota di Masjid Istiqlal, Jakarta, Ahad (18/9). (Republika/ Raisan Al Farisi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Cendekiawan Muslim KH Didin Hafidhuddin tidak setuju atas perusahaan yang memerintahkan pegawai Muslim memakai atribut natal. Fatwa haram pun sudah pernah dibuat sejak masa kepemimpinan Buya Hamka di MUI pada 7 Maret 1981 lalu.

"Fatwa haram bagi umat Islam tentang natal sudah ada sejak masa kepemimpinan Buya Hamka," ujar dia kepada Republika.co.id, Kamis (8/12).

Menurut Didin, aturan perusahaan untuk menggunakan atribut natal bagi pegawai Muslim telah bertentangan dengan semangat toleransi. Bentuk aturan tersebut sama saja dengan pemaksaan kehendak padahal toleransi adalah sikap untuk menghargai adanya perbedaan.

"Kita hargai orang-orang non-Muslim yang melaksanakan kegiatan keagamaannya. Tapi jangan menyuruh penganut agama lain untuk mengikutinya,"jelas dia.

Mereka biasanya harus tetap mengikuti hanya karena mereka dalam posisi lemah karena berada posisi pegawai.  Padahal secara naluriah saat ditanya pasti mereka menolak.

MUI berencana akan mengeluarkan fatwa terkait penggunaan atribut natal bagi umat Muslim. Rencananya dalam sepekan fatwa ini akan selesai dibahas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement