Senin 05 Dec 2016 18:28 WIB

Kota Asotthalom Larang Pembangunan Masjid dan Kumandang Azan

Rep: Reja Irfa Widodo/ Red: Agung Sasongko
Jamaah melakukan shalat di Masjid Da El Salam di Budapest, Hongaria.
Foto: EPA
Jamaah melakukan shalat di Masjid Da El Salam di Budapest, Hongaria.

REPUBLIKA.CO.ID, ASOTTHALOM -- Salah satu organisasi Islam terbesar di Hungaria, Komunitas Islam Hungaria (MIK), mengutuk keras sikap dan kebijakan Wali Kota Asotthalom, Laszlo Toroczkai, yang melarang pembangunan masjid, penggunaan hijab dan niqab, dan pelarangan mengumandangkan azan. Bahkan, MIK telah melayangkan surat protes kepada Perdana Menteri Hungaria, Viktor Orban, dan Pengadilan Konstitusi Hungaria.

Asotthalom merupakan sebuah wilayah di bagian selatan Hungaria dan berbatasan langsung dengan Serbia. Pelarangan berbagai ekspresi keislaman itu pun sudah berlangsung sejak akhir November silam. Toroczkai menyebut, dengan menerapkan kebijakan itu, pihaknya telah 'melindungi' tradisi, komunitas dan warga Asotthalom dari berbagai gangguan dari 'pihak luar'.

Selain menjabat sebagai Walikota Asotthalom, Toroczkai memang dikenal sebagai politisi penentang masuknya imigran dari sejumlah daerah konflik di Timur Tengah. Selain itu, Toroczkai juga terdaftar sebagai Wakil Presiden dari partai sayap kanan Hungaria, Partai Jobbik.

Langkah Toroczkai ini pun kemudian mendapatkan kecaman dari MIK. Kepala MIK, Zoltan Borek, menegaskan, langkah ini justru mendorong Xenophobia dan Islamiphobia di Hungaria.

''Kami benar-benar terkejut dengan bentuk peningkatan Xenophobia dan Islamiphobia yang serius. Hal itu pun kian meningkat dengan kebijakan tersebut,'' kata Borek dalam keterangannya seperti dikutip AFP.

MIK, yang memiliki anggota sekitar 40 ribu orang, telah berdiri sejak dekade 90an di Hungaria. Komunitas ini disebut-sebut sebagai komunitas Islam tertua yang ada di Hungaria. Borek pun mengungkapkan, pihaknya telah mengirimkan surat ke Mahkamah Konstitusi Hungaria agar bisa mengevaluasi kebijakan Pemerintah Kota Asotthalom itu.

''Kami telah mengirimkan surat ke Pengadilan Konstitusi untuk mengevaluasi kebijakan ini. Meskipun kami kelompok agama minoritas di negara ini, tapi kami tetap memiliki hak konstitusi untuk mendapatkan perlindungan, sama seperti warga Hungaria lainnya. Kami adalah warga Hungaria dan kami tidak bisa pindah ke tempat lain, ini adalah tanah leluhur kami,'' tutur Borek.

Tidak hanya Pengadilan Konstitusi, Borek mengakui, MIK juga telah mengirimkan surat kepada Perdana Menteri Hungaria, Viktor Orban, guna meminta perlindungan. Namun, hingga saat ini, MIK belum juga menerima surat balasan dari Orban.

Sejak Pemerintah Hungaria menolak hasil rapat Uni Eropa terkait rencana penerapan kuota terhadap imigran yang masuk ke Eropa, Borek mengaku, banyak warga Muslim Hungaria mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan, mulai dari serangan kebencian dalam bentuk verbal hingga dalam bentuk fisik.

''Makna yang terlihat dari pesan Pemerintah itu adalah semua imigran itu adalah Muslim, dan mereka jika bukan teroris, maka pelaku kriminal,'' tuturnya.

n reja irfa widodo

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement