Kamis 11 Aug 2016 08:56 WIB

Mantan Menag Ungkap 'Matinya' Percetakan Alquran Negara

Mantan Menteri Agama Maftuh Basyuni
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Mantan Menteri Agama Maftuh Basyuni

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan menteri agama M Maftuh Basyuni menyatakan, percetakan Alquran milik Kementerian Agama (Kemenag) segera "dikubur" dan mesin-mesinnya yang bernilai Rp 28 miliar segera menjadi besi tua.

"Ya, jadi mesin besi karatan dan besi tua," ungkap Maftuh di kediamannya, Rabu malam (11/8).

Dengan nada sedih dan suara serak lantaran kesehatannya terganggu, menteri agama periode Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I tersebut mengatakan tidak habis pikir dana yang diinvestasikan demikian besar dan diharapkan dapat memenuhi harapan program satu rumah umat Islam dapat memiliki satu Alquran, dalam perjalanannya justru segera masuk "liang kubur" alias mati tak terurus.

Di lingkungan Kementerian Agama, lanjut dia, masih ada oknum yang tidak suka percetakan Alquran milik kementerian itu dapat berjalan dengan baik. Alasannya, bila percetakan itu berjalan bagus tentu ke depan pengadaan Alquran tidak lagi dilakukan dengan tender. Jika dengan tender, tentu ada komisinya.

"Ujungnya ya komisi," sebut Maftuh yang saat itu pembicaraan kerasnya didengar penulis biografinya, Lingga Akbar.

Lembaga percetakan Alquran dibangun dengan dukungan uang APBN dan akan dikelola sebagai badan layanan umum (BLU) di bawah pembinaan Departemen Agama (kini Kemenag). Dana yang dihabiskan mencapai Rp 30 miliar di atas lahan 1.530 meter.

Di atas lahan seluas itu ada mesin pracetak, mesin cetak web, mesin cetak warna, mesin cetak sheet DS4, dan mesin-mesin lainnya. "Saya mencari mesin cetak terbaik. Saat itu saya minta rekomendasi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan," kenang Maftuh dengan nada meninggi.

Maftuh mengatakan, lembaga percetakan Alquran ini dibangun dengan uang dari APBN dan akan dikelola sebagai badan layanan umum (BLU) dibawah pembinaan Departemen Agama. Percetakan Alquran di Jalan Raya Puncak, Km 65, Ciawi, Bogor, Jawa Barat, itu diresmikan pada 15 November 2008 dan mulai berhenti beroperasi sejak pertengahan 2015.

"Saya enggak tahu, sejak dicopot, mengapa percetakan itu tak jalan lagi," ungkap Samidin Nashir, melalui saluran telepon Kamis pagi.

Hadirnya percetakan Alquran ini sudah lebih dari 38 tahun dinantikan. Setelah Maftuh lengser, mencuat kasus korupsi Alquran di era menteri Suryadharma Ali. Padahal, percetakan tersebut tergolong modern, kapasitas produksi mencapai 1,5 juta eksemplar per tahun. Rencananya, percetakan itu diharapkan dapat menjadi awal menentukan bentuk pelat baku dan meminimalkan salah cetak Alquran.

Melalui standar pengawasan mutu ketat yang ditangani Lajnah Pentashih Alquran tentu kesalahan cetak bisa dihindari. Lagi pula, perlakuan mencetak kesuciannya terjaga. "Bukan sampul Alquran dijadikan terompet seperti kasus tahun lalu," ujarnya.

Percetakan itu kini hanya ditunggui penjaga. Tidak ada lagi aktivitas. "Sedih, walaupun saya sudah ngasih solusi ke sekjen Kemenag," ungkap Samidin.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement