Senin 25 Jul 2016 10:38 WIB

Muslimah Selandia Baru Ditolak Bekerja karena Jilbab

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Achmad Syalaby
Muslim Selandia Baru saat melaksanakan Hari Raya Idul Fitri di Kota Hamilton.
Foto: http://www.indiannewslink.co.nz
Muslim Selandia Baru saat melaksanakan Hari Raya Idul Fitri di Kota Hamilton.

REPUBLIKA.CO.ID,AUCKLAND -- Seorang gadis Muslimah berusia 25 tahun ditolak untuk bekerja di toko perhiasan setelah melamar di gerai tersebut. Muslimah itu diketahui tak bisa bekerja karena mengenakan jilbab. 

Dilansir dari gulftoday, Senin (25/7) Manajer toko perhiasan Steward Dawsons, Auckland menolak Alfadli yang akan melamar sebagai asisten penjualan. Manajer tersebut mengatakan Alfadli telah membuang-buang waktu telah datang ke toko tersebut kecuali jika dia membuka jilbabnya.

"Saya merasa malu karena butuh banyak keberanian untuk datang ke toko dan berbicara dengan manajer untuk melamar pekerjaan, terutama karena saya takut ditolak," jelas Alfadli. Gadis berjilbab ini tinggal di Avondale dan sedang berusaha mencari pekerjaan setelah menyelesaikan diplomanya di bidang rekayasa terapan sistem komputer. Dia tidak keberatan untuk bekerja di bidang apapun asalkan tetap memakai jilbabnya. 

Alfadli akan tetap menjaga identitasnya dan menghormati budaya dan agamanya. Insiden penolakan wanita berjilbab ini merupakan kali kedua setelah pegawai toko perhiasan cabang Henderson tersebut berpaling saat wawancara dengan mantan Wakil Kepala Sekolah wanita Kelston Fatima Mohammadi, Oktober lalu. 

Kepala keuangan Stewart Dawsons Kevin Turner mengatakan mereka gagal  belajar dengan adanya insiden ini. "Manajer tersebut masih baru dan belum lama bergabung dengan kami," jelas dia. 

Dia menjelaskan, manajer tersebut seharusnya tahu lebih baik dan mengikuti kebijakan perusahaan. Turner mengatakan, perusahaan akan meminta maaf kepada Alfadli. 

Tahun lalu, Muslimah Amerika Samantha Elauf berhasil menggugat Abercrombie &Fitch ketika mereka menolak mempekerjakan dia karena jilbabnya. Ternyata aturan tersebut justru melanggar kebijakan perusahaan. Kasus itu sampai ke Mahkamah Agung AS, dimana hakim memenangkan tuntutan Elauf. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement