Ahad 03 Jul 2016 04:51 WIB

'Pak AR', Cermin Harga Diri Bangsa dari Muhammadiyah

KH AR Fachruddin.
Foto: Itoday.com
KH AR Fachruddin.

'Pak AR',

Oleh Simon Saefudin (mantan Redaktur Harian Republika)

Namanya Abdul Rozak Fachrudin. Orang Yogya memanggilnya Pak AR. Tubuhnya gemuk, mukanya agak bundar. Suaranya berat, tapi enak didengar. Saya pernah kos di "rumah"-nya di Jl Cik Ditiro 19 A, selama hampir dua tahun.

 

Di awal-awal kos, sungguh aku tidak tahu siapa itu Pak AR. Saya nglamar kos di situ karena diberitahu oleh sobat Ikhsan Haryono, mahasiswa matematika UGM, teman sekelasku.

Saya baru "ngeh" siapa itu Pak AR ketika Supodo -- saat mahasiswa Fak Teknik Kimia UGM -- memberitahu siapa gerangan beliau.

Waktu itu saya tanya, kok banyak sekali kartu lebaran dari orang besar sih Pak Podo, siapa sebenarnya Pak AR? Aku lihat di meja depan kamarku kartu lebaran dari Pak Harto, Pak Wapres Umar Wirahadikusuma, Menteri Agama Alamsjah, Menteri Sosial, dan banyak lagi.

"Simon, Pak AR itu orang besar. Pak harto saja sangat hormat kepada Pak AR," kata Pak Podo. Pak AR itu Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah -- tambah Pak Podo.

Oh, saya baru tahu siapa Pak AR setelah pemberitahuan Pak Podo tersebut. Kenapa demikian? Karena keseharian hidup Pak AR sangat sederhana. Seperti orang biasa lainnya dan sama sekali tak memoles citra atau ingin memberi tahu kepada orang lain bahwa dirinya 'orang penting'.

Kemana-mana dia naik sepeda motor Yamaha mungil warna oranye engkel tahun 70-an. Suaranya sudah kretek-kretek karena terlalu tua. Apalagi kalau boncengan sama Bu AR, joknya gak cukup sampai bokong Bu AR nyaris menduduki lampu belakang motor.

Ya, hanya motor Yamaha butut itulah kendaraan miliknya. Makanan keluarga Pak AR juga sama dengan anak-anak kos seperti saya. Tahu tempe sayur lodeh, sesekali ada telur dan ikan. Anak-anak kos yang orang tuanya kaya seperti Bang Udin (Mahasiswa Fakultas Kedokteran UGM) jarang makan di rumah. Ia memilih lebih banyak makan di Warung Padang yang ada di kawasan Terban.

Selain itu di depan rumah Pak AR yang kini menjadi Gedung PP Muhammadiyah, berdiri sebuah kios bensin eceran. Kalau saat itu ketika hendak melintas ujung jalan Cik Di Tiro (sebelum sampai di bundaran UGM), motor anda kehabisan bensin dan ingin beli di kios itu, maka jangan heran bila dilayani Pak AR.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement